Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Tokoh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terus ditentang sebagian sastrawan di sejumlah tanah air. Sejak kasus penerbitan buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” (2014) yang dimotori dan diduga didanai Denny, sejumlah sastrawan berang terhadap Denny.
Di dalam buku itu termuat nama Denny JA, sebagai salah satu tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia. Padahal publik sastra selama ini tidak pernah mengenal Denny JA dalam ensiklopedia sastra Tanah Air.
Memasuki tahun 2018 ini, Denny kembali membuat berang. Ia meluncurkan "Program Penulisan Puisi Esai Nasional" dengan melibatkan 170 penulis, penyair, jurnalis, dan peneliti dari 34 provinsi. Menurut informasi para penulis dijanjikan akan memperoleh Rp 5 juta untuk setiap tulisan. Para sastrawan di berbagai daerah di Indonesia segera menyatakan sikap.
Di Bandung, para sastrawan, khususnya yang tergabung dalam Majelis Sastra Bandung (MSB) menyatakan menolak program Puisi Esai Nasional itu. Penolakan itu diikrarkan saat perayaan ulang tahun ke-9 MSB, Minggu (21/1/2018).
Di akun media sosial miliknya, salah satu pendiri Majelis Sastra Bandung, Matdon, menyebut menolak gerakan puisi esai yang dipelopori oleh Denny JA. "Kami para penyair Jawa Barat dengan ini menyampaikan menolak dengan tegas gerakan puisi esai Denny JA yang dengan kekuasaannya telah membeli sejarah sastra Indonesia ke dalam nafsu serakah pribadinya,” ujar Matdon. Matdon menuturkan, Denny JA telah membayar uang sebanyak Rp. 5.000.000 per satu orang puisi dengan total 170 penyair.
Demikian juga dengan para sastrawan yang ada di Lampung. Mereka menolak proyek Puisi Esai Nasional dengan alasan hal itu sebagai bentuk dari manipulasi sastra. Petisi penolakan itu ditandatangi sejumlah sastrawan asal Lampung, antara lain, Ari Pahala Hutabarat, Inggit Putria Marga, Arman AZ, Agit Yogi Subandi, Alexander Gebe, Fitri Yani, Yulizar Fadli Lubay, Jimmy Maruli Alfian, Devin Nodestyo.
Menurut mereka, apa yang dilakukan Denny adalah penipuan sejarah sastra Indonesia. Denny JA sangat merusak nalar dan masa depan sastra Indonesia dan karenanya kami mendukung segenap usaha yang dilakukan untuk menghadang upaya manipulasi sastra indonesia melalui proyek-proyek "kocaknya" itu, jelas Ari Pahala kepada sejumlah media, (21/1/2018) lewat akun pribadi miliknya.
Penolakan terhadap Denny JA dengan program-program puisi esai yang dianggap sebagai legitimasi dirinya sebagai sastrawan berpengaruh di Indonesia, juga datang dari sejumlah sastrawan Yogyakarta. Salah seorang penggeraknya adalah Saut Situmorang.
Bahkan jauh sebelum pergolakan itu menjadi konsumsi nasional, Saut telah terlibat seteru hukum dengan Denny dalam kasus penerbitan buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” (2014) Saut dituduh mencemarkan nama baik Denny JA, sebaliknya, Saut menuduh Denny telah melalukan penipuan sejarah sastra Indonesia.
Di Sumatera Utara, sejumlah sastrawan juga menyebarkan petisi bernada sama. Salah seorang pegiat sastra Bono Emiry kepada Medanbisnisdaily.com Senin (22/1/2018), menyebut apa yang dilakukan Denny JA adalah kebohongan publik yang harus ditentang. Denny JA jangan sampai dibiarkan merusak dunia sastra Indonesia yang mempunyai sejarahnya sendiri.