Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Isu tentang LGBT terus berkembang terutama ketika 3 hari lalu, Ketua MPR Zulkifli Hasan, menyebut ada 5 fraksi di DPR yang mengakui LGBT. Meski sejumlah anggota DPR telah membantahnya, namun isu ini terlanjur menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.
LGBT dalam kajian antropologis memang telah ada sejak dulu. Fenomena itu merupakan perilaku anomali seseorang yang secara umum tidak mencerminkan jenis kelaminnya. Misalnya laki-laki yang berperilaku seperti perempuan. Fakta-fakta itu sudah ada dalam masyarakat tradisi.
"Yang membedakannya dengan sekarang ini adalah cara kita melihat dan memperlakukan pelaku LGBT itu," kata antropolog dari Universitas Sumatra Utara, Zulkifli Lubis, kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (23/1/2018).
“Dari kajian antropologis, masyarakat yang berprilaku LGBT itu sudah ada sejak dulu. Karena dianggap tidak ‘normal” masyarakat dulu justru selalu berusaha menutupinya. Tidak seperti sekarang LGBT telah menjadi sebuah gerakan yang menuntut kesamaan,” katanya lagi.
Ditambahkannya, pergeseran pandangan itu salah satunya disebabkan karena adanya sebuah gerakan berbasis gender yang berlangsung terus menerus. Sering pula dikait-kaitkan dengan HAM sehingga gerakan itu terasa semakin kuat. Tapi faktanya semakin kuat gerakan itu, olok-olok yang mereka terima juga semakin kencang.
Berbeda di masa lalu, pelaku LGBT itu tidak dibully seperti sekarang ini. Sebaliknya mereka justru “ditutup-tutupi” karena dianggap tidak lazim. Ini memperlihatkan LGBT itu belum bisa terterima masyarakat luas.
Meski begitu, pendukung LGBT ditengarai semakin banyak. Salah satunya karena dianggap bagian dari kesamaan HAM.
Pendapat itu disampaikan pendiri Aliansi Sumut Bersatu (ASB), Veryanto Sihotang. Menurutnya, kelompok LGBT tetap harus mendapat perlakuan yang sama di mata hukum. Menurutnya, orientasi seksual merupakan bagian dari HAM yang seharusnya tidak boleh dicekal pemerintah. “Pembahasan LGBT itu seringkali lebih kepada politik gender, tidak kepada substansinya.
Sementara itu, dari pandangan psikolog pemahaman tentang LGBT kini telah berubah. Hal itu disampaikan psikolog Irna Minauli dari Minauli Consulting beberapa waktu lalu.
Dahulu, kata Irna, LGBT dianggap sebagai bentuk perilaku yang menyimpang. Pelakunya masuk kategori abnormal. Namun dalam beberapa tahun terakhir, teori itu berubah. LGBT tidak lagi dianggap sebagai bentuk penyimpangan, sehingga pelakunya tidak bisa disebut sebagai seseorang yang abnormal.