Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Masyarakat nusantara kaya akan nilai-nilai kearifan lokal yang berasal dari ragam budaya yang dimiliki. Nilai-nilai itu sebagian ada yang berkembang menjadi norma maupun etika. Norma maupun etika itu walau tidak dituliskan, tetapi tetap dipatuhi. Ia terikat sanksi moral. Sanksi moral itu justru sering lebih “menakutkan” dibandingkan dengan hukuman formal seperti yang berlaku sekarang ini.
Hal itu disebabkan karena sanksi moral itu cenderung bersifat transdental yang berhubungan langsung dengan keyakinan dan spiritualitas mereka. Masyarakat percaya seseorang yang melanggarnya akan terkena hukuman langsung dari Tuhan. Baik berupa bencana maupun kutukan. Itulah yang membuat norma maupun etika itu tetap bertahan hingga kini, sekalipun tidak pernah dituliskan.
Salah satu contoh sederhana misalnya, kebiasaan membalikkan sapu di balik pintu. Di masa ini kebiasaan itu masih dipratikkan sebagian masyarakat. Sepintas kebiasaan itu terkesan tidak logis dan bagi sebagian lagi cenderung klenik. Padahal jika ditelusuri ada nilai-nilai yang tersirat di dalamnya.
“Itu adalah sebuah simbol yang menyatakan bahwa penghuni rumah akan segera istirahat. Kepada siapa simbol itu ditujukan? Kepada diri sendiri. Dengan kata lain, si penghuni rumah memastikan dirinya untuk segera istirahat. Itu adalah sebuah sugesti. Ketika itu dilakukan kita tersugesti untuk segera tidur. Sugesti itu memengaruhi pikiran diri sendiri sehingga si penghuni rumah akan bisa langsung tidur,” jelas pengkaji budaya nusantara dari Institut Budaya Nusantara, Oberlin Pakpahan kepada Medanbisnisdaily.com, di Kampus Unimed, Jumat (26/1/2018).
Pada masa lalu praktik itu sebenarnya secara merata dilakukan di hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Karena sudah menjadi kebiasaan dengan disertai nilai-nilai pula di dalamnya, membuat setiap orang yang tidak melakukan hal itu akan merasa pikirannya terganggu. Pikiran yang terganggu sudah pasti akan membuat seseorang susah tidur. Dalam keadaan itu orang tersebut rentan terhalusinasi dengan pikiran yang aneh-aneh.
“Makanya sering kita dengar ada orang yang mengaku diganggu hantu karena lupa membalikkan sapu di balik pintu. Sebenarnya itu adalah halusinasi akibat ketakutannya sendiri,” ujar mantan mahasiswa filsafat UGM ini.
Banyak kearifan lain yang memiliki nilai semacam itu. Misalnya mengapa ketika kita menyapu rumah di malam hari, sampahnya tidak boleh keluar dari pintu. Itu ada penjelasan logisnya. Salah satunya untuk memastikan tidak ada benda berharga yang turut kita sapu. Sehingga ketika keesokan harinya sebelum kita membuang sampah itu kita masih bisa memastikan apakah ada benda berharga yang turut tersapu.
“Yang paling jelas mengapa orang-orangtua dulu melarang orang menjahit di malam hari. Sudah pasti karena itu membahayakan. Apalagi di masa lalu, listrik belum ada. Orang masih menggunakan lampu yang redup,” jelas Oberlin.
Masih banyak kearifan lain yang perlu kita angkat kembali dengan melihatnya dari sisi kelogisan. Itu adalah bagian dari kekayaan budaya yang bisa membentuk seseorang menjadi pribadi-pribadi yang santun.
“Orang tidak perlu jauh-jauh mengikuti kursus kepribadian. Dengan mendalami nilai-nilai budaya itu saja, pribadi seseorang akan menjadi baik,” tuturnya.