Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Maryland - Fenomena super blue blood moon akan menjadi kesempatan yang bagus bagi para ilmuwan untuk mempelajari bulan. Lalu apa yang bisa dipelajari dari satelit alami bumi itu?
Dilansir dari situs NASA, Senin (29/1/2018), para peneliti akan menggunakan kamera pelacak panas untuk mempelajari bulan.
Super blue blood moon menjelaskan mengenai 3 fenomena bulan yang terjadi di waktu bersamaan. Ketiganya yakni blue moon, supermoon, dan blood moon.
Blue moon merupakan istilah lain untuk supermoon. Hanya saja blue moon lebih mengacu pada bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan. Januari menjadi spesial karena memiliki 2 bulan purnama. Fenomena yang terjadi selanjutnya adalah blood moon. Blood moon akan terpantau pada 31 Januari 2018 pagi.
Bagi para peneliti, gerhana menawarkan kesempatan untuk melihat apa yang terjadi dan kapan permukaan bulan mendingin dengan sangat cepat.
Informasi ini akan membantu peneliti mengerti beberapa karakteristik regolith (campuran antara tanah dan batuan lapuk di permukaan bulan) dan bagaimana mereka berubah sepanjang waktu.
"Selama gerhana bulan, suhu dari permukaan bulan berubah secara dramatis, seolah permukaan bulan berubah dari dalam oven (yang langsung dipindahkan) ke dalam lemari pendingin hanya dalam beberapa jam," kata Peneliti NASA, Noah Petro.
Normalnya, transisi dari sisi gelap ke terang terjadi dengan suhu yang relatif stabil sepanjang kira-kira 29 hari. Gerhana membuat suhu tersebut berubah begitu drastis.
Tim akan melakukan penelitian fari Observatori Haleakala di Hawaii. Mereka sebelumnya telah melakukan penelitian terkait hal ini beberapa waktu lalu.
"Karakter keseluruhan bulan berubah ketika kita amati dengan kamera pelacak panas saat gerhana. Di kegelapan (gerhana), banyak kawah familiar dan bagian lain tak bisa dilihat, dan biasanya area-area tidak dikenal (tidak familiar) di sekitar kawah mulai 'bercahaya', karena bebabtuan di sana tetap hangat," kata Ahli Fisika Atmosfer dan Ruang Angkasa Universitas Colorado AS, Paul Hayne. dtc