Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Panyabungan. Petani karet alam di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) masih mengeluh rendahnya harga jual bertahan di level Rp 8.000/kg. Petani berharap harga di atas Rp 10.000.
Menurut petani, dengan harga Rp 10.000, belum bisa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Sebab petani berpatokan untuk harga beras, misalnya harga beras di kisaran Rp 10.000/kg, sementara karet hanya Rp 8.000/kg.
"Biasanya masyarakat membuat ukuran harga karet dengan beras. Harga beras satu tabung (4 kg) sekitar Rp 42.000, berarti harus ada 5 kg karet agar bisa terbeli 1 tabung," ujar Amin Lubis, seorang petani karet di Panyabungan kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (30/1/2018).
Hal senada juga disampaikan petani lainnya, Saipuddin. Akibat harga di bawah Rp 10.000 dan sudah 4 tahun, petani pun tidak bergairah menyadap kebun karet, karena merugi jika dibanding dengan biaya yang dikeluarkan.
"Sebetulnya ukuran Rp 10.000 juga belum memadai, harusnya 3 kg karet sama dengan harga 1 tabung beras. Berarti harga harus sekitar Rp 13.000/kg," ujarnya.
Saipuddin melihat begitu lamanya harga karet anjlok membuat petani banyak yang pasrah, bahkan ada juga sudah beralih pada tanaman lain.
"Jadi kita masih berharap ada keajaiban agar harga membaik sehingga kehidupan petani karet bergairah kembali," harapnya.
Muhendri, pengepul gerah karet di Madina mengakui dengan harga yang anjlok berpengaruh pada mereka. Di mana petani banyak tidak menderes karetnya.
"Jika harga di bawah Rp 10.000/kg jumlah barang yang kita terima juga berkurang. Namun di saat harga sudah di level ini (Rp 10.000), saya yakin barang akan bertambah, keuntungan pun ikut naik," katanya.