Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Brebes. Pasien penderita gizi buruk di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menempati rangking tertinggi di Jawa Tengah. Para penderita ini umumnya berasal dari keluarga miskin dan tersebar di seluruh kecamatan.
"Brebes menempati peringkat tertinggi se Jawa Tengah. Mungkin karena jumlah penduduknya cukup banyak. Sehingga penderitanya banyak," ujar Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Brebes, Nurul Aeny kepada wartawan di Kantor Dinas Kesehatan Brebes, Selasa (6/2/2018) siang.
Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes mencatat jumlah penderita dari bulan ke bulan tidak menentu. Namun demikian tetap menempati rangking tertinggi di Jawa Tengah.
Pada bulan November 2017 lalu, Dinas Kesehatan Brebes melaporkan ada 110 pasien gizi buruk. Jumlahnya kemudian meningkat menjadi 140 orang pada Desember 2017. Pada awal tahun yakni Januari ada penurunan menjadi 113 orang penderita gizi buruk.
Penderita gizi buruk tersebar di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes. Paling banyak ada di Kecamatan Bulakamba sebanyak 16 pasien. Disusul Kecamatan Brebes 12 orang dan Bumiayu 7 orang.
Nurul menjelaskan pasien yang dilaporkan ke dinas adalah pasien berusia balita. Sedangkan pasien di atas lima tahun pihak dinas belum mendapatkan laporan.
Penyebab penyakit ini, sambung Nurul disebabkan karena banyak faktor. Antara lain adanya penyakit penyerta seperti Ispa, TBC, Hydrocephalus, dan Talasemia.
"Penyakit inilah yang menyebabkan anak mengalami kekurangan gizi. Karena mereka biasanya tidak mau makan," ungkapnya.
Selain karena penyakit penyerta, ada 56 pasien gizi buruk yang diakibatkan karena kekurangan makan akibat keterbatasan ekonomi.
"Kami secara rutin melakukan penanganan terhadap pasien gizi buruk. Di beberapa puskesmas sudah ada pusat terapi pemulihan gizi atau TFC. Sampai saat ini baru ada di Pukesmas Losari, Larangan, Brebes, Paguyangan," imbuh dia.
Sedangkan di tingkat desa sudah ada 18 desa di 8 wilayah puskesmas yang sudah memikiki komunitas pemulihan gizi. Semua biaya operasional ini dibiaya dari dana desa.
Sejauh ini, menurutnya penanganan gizi buruk masih terkendala minimnya anggaran. Setiap tahun, pemerintah daerah hanya mengalokasikan anggaran untuk 20 pasien gizi buruk.
"Komunitas pemulihan gizi atau CFC ini dibentuk biar masyarakat bisa secara dalam menanggulangi gizi buruk. Termasuk bagaimana cara membuat formula makanan untuk pasien gizi buruk seperti formula 100 yang terdiri dari susu minyak sayur dan gula," ucap Nurul. (dtc)