Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pasal penghinaan Presiden yang akan dihidupkan lagi di RUU KUHP jadi polemik. Ketum PKB Muhaimin Iskandar menilai pasal itu tak perlu ada.
Panitia Kerja Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Panja RUU KUHP) DPR saat ini masih membahas pasal penghinaan Presiden. Soal penghinaan presiden ini ada di Pasal 238 ayat (1) RUU KUHP yang berbunyi: setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori I.
"Seingat saya dulu tahun 2006 sudah dibatalkan oleh MK. Yang dibatalkan bukan hanya soal pasal penyebaran kebencian, tapi juga pasal-pasal penghinaan presiden di KUHP. Menurut saya MK kan otoritas peradilan tertinggi yang menilai produk legislasi. Kita ikut MK sajalah," ungkap Cak Imin menanggapi polemik yang ada.
Dikaitkan dengan kondisi saat ini, Cak Imin mengatakan Presiden Jokowi itu bukan sosok yang anti kritik. Dia memberi contoh sejumlah kebijakan yang dianulir Jokowi karena kritik publik.
"Coba lihat, banyak rencana yang sudah dibuat oleh menteri-menterinya, justru diveto oleh presiden setelah dikritik publik. Contohnya putusan Mendikbud soal full day school, putusan Menhub soal pelarangan gojek. Artinya presiden mendengarkan kritik. Gak benar kalau antikritik," ujarnya.
Menurut Cak Imin, untuk melindungi kewibawaan presiden sudah ada regulasi yang mengatur. Misalnya UU ITE dan SK Kapolri tentang Hate Speech.
"Itu kan sudah jalan oleh Pak Tito dan juga ada pasal penghinaan dan pencemaran nama baik di KUHP. Belum lagi Perppu Ormas. Mungkin ada lainnya yang bisa kita inventarisir bersama. Sehingga kewibawaan Presiden terjaga namun hak untuk mengemukakan pendapat tetap dilindungi," jelasnya.
"Saya pernah jadi aktivis. Jadi paham bahwa kebebasan berpendapat itu prinsip. Tapi ingat, jangan menghina dan menyerang personal. Kritik substansinya saja. Rugi sendiri nanti, ditangkap anak buahnya Pak Tito," ujar mantan Menakertrans ini.(dtc)