Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak satu suara dalam putusan soal hak angket DPR terhadap KPK. Ada 4 hakim yang tidak sepakat bila KPK menjadi objek dari hak angket DPR.
Salah satunya hakim konstitusi I Gede Dewa Palguna. Ia menyatakan dalam sistem ketatatanegaraan di mana presiden menjadi dipilih oleh rakyat, maka presiden berhak membentuk lembaga pemerintah yang bertanggung jawab pada rakyat bukannya parlemen.
"Presiden dipilih langsung oleh rakyat, sehingga berbeda halnya dengan sistem parlementer di mana pemerintahan dibentuk oleh parlemen dan karena itu bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki kewenangan penuh untuk membentuk pemerintahan berdasarkan legitimasi langsung yang diperolehnya dari rakyat melalui pemilihan umum sehingga kepada rakyatlah presiden bertanggung jawab," kata Palguna saat sidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).
Selanjutnya, hakim konstitusi Saldi Isra mengatakan KPK bukanlah lembaga eksekutif. Dengan begitu, menurut Saldi, DPR tidak bisa menggunakan hak angket terhadap KPK.
"Berdasarkan penafsiran secara sistematis adalah tidak koheren apabila objek dari pelaksanaan hak angket dan hak-hak DPR lainnya yang diatur dalam pasal 79 UU MD3 dikatakan mencakup hal-hal yang berada di luar ruang lingkup kekuasaan pemerintah atau eksekutif," ujar Saldi.
Berikutnya, hakim konstitusi Suhartoyo juga menyatakan KPK bukanlah lembaga eksekutif yang bisa menjadi objek hak angket DPR. Ia bahkan mencontohkan agar Indonesia mencontoh negara lain yang keluar dari jebakan lembaga ad hoc dan memperkuat lembaga anti korupsinya.
"Pengalaman Hong Kong, Thailand, China, Malaysia yang berusaha keluar dari ancaman dan jebakan perilaku koruptif sama sekali tidak memposisikan komisi seperti KPK sebagai lembaga ad hoc dalam pengertian hanya untuk sementara waktu," ucapnya.
Sementara, hakim konstitusi Maria Farida punya pendapat lain. Ia menilai KPK sebagai lembaga eksekutif namun independen yang artinya tidak bertanggung jawab langsung pada presiden hingga tidak bisa menjadi objek dari hak angket DPR.
"Tidak seharusnya KPK menjadi objek dari hak angket DPR. Dengan demikian permohonan para pemohon adalah beralasan," ucap Maria.
Sebelumnya, MK memutuskan menolak permohonan gugatan pasal 79 UU 17/2014 yang berisi soal hak angket. Dalam putusan itu, MK menilai hak angket DPR bisa ditujukan kepada KPK karena KPK masuk dalam ranah eksekutif. (dtc)