Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan DPR dapat menjadikan KPK sebagai obyek angket di DPR. Pansus angket KPK pun menganggap itu keputusan yang tepat.
Melalui putusan ini, DPR sebagai lembaga legislatif dapat meminta pertanggungjawaban dari KPK selaku badan penegak hukum melalui angket. Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Taufiqulhadi mengapresiasi putusan MK itu.
"Jadi dengan putusan MK ini, maka kami menganggap itulah putusan yang sangat tepat. Dengan demikian itu mendudukkan yang sempat kemudian bias karena sikap sejumlah elemen bangsa, jadi itu sangat tepat," kata Taufiqulhadi kepada wartawan, Kamis (8/2).
Ia juga menganggap putusan MK hari ini terjadi dalam momen yang tepat, yakni setelah Pansus mengakhiri masa kerjanya. Dengan demikian, kata Taufiqulhadi, tidak ada anggapan bahwa putusan tersebut dicampuri oleh kepentingan DPR.
"Putusan itu momennya juga tepat. Karena misalkan kalau momennya kemarin-kemarin mungkin tidak bagus, karena seakan-akan putusan tersebut dipengaruhi oleh Hak Angket," ujar anggota Komisi III itu.
Pansus pun tidak akan kembali memperpanjang angket terhadap KPK. Saat ini menurut Taufiqulhadi, seluruh pekerjaan Pansus soal temuan-temuan dan rekomendasi pada KPK telah selesai.
"Tidak (perpanjang). Dalam konteks Pansus Angket sekarang sudah selesai. Jadi kami tidak lagi dalam konteks untuk memanggil kembali," jelas politikus NasDem itu.
"Kami telah mengambil keputusan di Pansus itu segera akan melaporkan ke paripurna. Maka sebetulnya putusan ini adalah putusan yang diambil setelah semuanya selesai di angket. Semua persoalan sudah selesai di angket, baru muncul putusan ini. Tapi kami tidak kecewa," sambung Taufiqulhadi.
Dengan adanya putusan MK itu, ia pun menegaskan DPR tidak akan kembali membuat Pansus Hak Angket terhadap KPK. Namun hal itu bisa saja dilakukan apabila diperlukan.
"Kita kerja bukan atas dasar dendam, atau personal. Bekerja itu adalah bukan atas dasar personal dan kemudian parsial. Bukan bekerja berdasarkan sikap parsial dan kemudian dendam. Jadi tidak ada. Kami tidak pernah berpikir seperti itu," urainya.
"Jadi perlakukan semua mitra adalah sama. Kalau kami anggap tidak tepat, kami akan mendudukkan secara tepat. Kalau memang kelihatannya membandel ya bisa saja suatu ketika," sambung Taufiqulhadi.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait hak angket DPR terhadap KPK. Gugatan yang ditolak adalah nomor 36/PUU-XV/2017 yang diajukan Achmad Saifudin Firdaus dan kawan-kawan. Mereka merupakan pegawai KPK.
Adapun yang diajukan penggugat untuk diuji oleh MK adalah Pasal 79 ayat (3) Undang-undang nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal itu mengatur soal penggunaan hak angket oleh DPR.
Dalam pertimbangannya, MK menilai KPK masuk ke dalam ranah eksekutif. Oleh sebab itu, DPR dinilai berhak menggunakan hak angket terhadap KPK.
Hakim juga menilai DPR berhak meminta pertanggungjawaban dari KPK sebagai pelaksanaan tugas kewenangannya. Meskipun, KPK disebut sebagai lembaga independen.
"Menimbang walaupun dikatakan KPK independen dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaan lain, namun DPR sebagai wakil rakyat berhak meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK," ujar Manahan.
Namun meskipun menolak permohonan pemohon soal hak angket DPR terhadap KPK, suara para hakim MK tidak bulat. Terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari 4 hakim MK, yaitu Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, dan Maria Farida. (dtc)