Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pemerintah dan DPR menyepakati aturan yang 'mewajibkan' polisi membantu DPR memanggil paksa individu atau lembaga yang mangkir ketika dipanggil DPR. Aturan itu bahkan menyebut polisi bisa menyandera objek yang diminta dipanggil paksa oleh DPR.
Adapun aturan yang direvisi ada di Pasal 73 Undang-Undang No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Jadi bagi setiap orang yang dipanggil oleh DPR dalam rapat-rapat untuk penjelasan dan sebagainya yang kemudian mangkir, maka ada upaya paksa. Upaya itu dilakukan oleh Polri. Karena ini menghambat proses," ucap Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Soebagyo kepada wartawan, Kamis (8/2/2018).
Menurutnya, hal ini patut dilakukan oleh DPR sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi pengawasan. Selama ini, DPR sulit melakukan pemanggilan paksa karena Polri tidak memiliki regulasi yang sejalan dengan DPR.
Karena itu, soal kewajiban ini pun akan turut diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap). Pemanggilan paksa ini, dijelaskan Firman, berlaku bagi lembaga atau instansi negara yang tak mau hadir meski sudah berkali-kali dipanggil DPR.
"DPR kan lembaga negara yang punya tugas dalam fungsi pengawasan. Kalau dia tidak hadir berturut-turut, maka kita bisa minta bantuan polisi manggil dengan paksa. Itu nanti diatur dalam peraturan kepolisian RI," terang politikus Partai Golkar itu.
Revisi dalam Pasal 73 ini juga menyebutkan secara jelas bahwa kepolisian dapat melakukan 'penyanderaan' maksimal 30 hari kerja dalam rangka pemanggilan paksa. Untuk melakukan hal itu, Pimpinan DPR dapat mengajukan permintaan tertulis kepada kepolisian untuk kemudian ditindaklanjuti.
Adapun perubahan dalam Pasal 73 di UU MD3 adalah sebagai berikut:
(1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR
(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan
(4) Dalam hal badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(5) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) pimpinan DPR mengajukan permintaan tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa; dan
(b) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(6) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera badan hukum dan/atau warga masyarakat untuk paling lama 30 hari(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia. (dtc)