Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan KPK merupakan objek pansus KPK. Putusan MK ini dianggap pakar hukum dari Universitas Trisakti, Fickar Hadjar, sebagai bentuk inkonsistensi dan degradasi marwah MK.
"Putusan ini ambigu dan menjadikan MK tidak konsisten, karena putusan yang lalu MK menyatakan lembaga penegak hukum independen, tetapi pada putusan ini MK mendudukkan KPK perpanjangan eksekutif. Dengan ketidakonsistenan ini telah menurunkan marwah MK sendiri," ucap Fickar saat diwawancara, Jumat (9/2).
Maksud ketidakonsistenan MK ialah pada putusan sebelumnya MK menyatakan KPK adalah lembaga independen bagian yudikatif. Namun, pada putusan kemarin, MK menyatakan KPK lembaga yang berada di bawah eksekutif.
Fickar menganggap putusan ini juga mendegradasi kenegarawanan para hakim konsitutsi.
"Sehingga ada degradasi pengertian negarawan bagi hakim-hakimnya. Akibat lanjutannya KPK menjadi rentan yang setiap saat bisa diganggu oleh angket DPR," ucapnya.
Dia juga menilai, putusan yang diketok kemarin merupakan sikap pragmatis. Terakhir, Fickar menyarankan agar KPK tetap memberantas korupsi meski putusan ini dianggapnya merugikan KPK.
"Putusan ini juga mengindikasikan bahwa pertarungan pemikiran berbasis keilmuan sudah semakin dikalahkan oleh pemikiran yang pragmatis," ungkapnya.
Sebelumnya MK menolak gugatan para pegawai KPK, akademisi dan mahasiswa terkait wewenang DPR 'mengangket' KPK. MK menilai KPK masuk ke dalam ranah eksekutif. Oleh sebab itu, DPR dinilai berhak menggunakan hak angket terhadap KPK.
Meskipun menolak permohonan soal hak angket DPR terhadap KPK, suara para hakim MK tidak bulat. Terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari 4 hakim MK, yaitu Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, dan Maria Farida.(dtc)