Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Golkar menyebut tambahan kursi pimpinan DPR untuk PDIP dalam RUU MD3 sebagai bentuk penebusan dosa. PDIP menyambut riang pernyataan tersebut.
"Ini yang saya kira bisa kita sambut dengan gembiralah kalau ada tokoh seperti Pak Agung Laksono yang mengingatkan. Ini kan mengingatkan kita semua agar kita tidak tenggelam dalam kepentingan-kepentingan jangka pendek," kata Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno saat dihubungi, Jumat (9/2).
"Dari pengalaman selama tiga tahun ini, periode 2014-2018 ini, setelah tergantung kurang-lebih tiga tahun lebih sedikit ini, telah kembali bangkit kesadaran kolektif mengenai nilai-nilai dasar demokrasi," sambungnya.
PDIP sebagai partai pemenang pemilu memang tidak mendapat jatah kursi pimpinan DPR saat awal periode DPR 2014-2019. Hal tersebut lantaran, pascapilpres, koalisi masih terbelah di DPR.
Saat itu PDIP bersama PKB, NasDem, Hanura, dan PPP kubu Romahurmuziy berhasil membawa Joko Widodo ke kursi presiden. Koalisi yang mendukung Prabowo Subianto saat pilpres, yakni Gerindra, PKS, Golkar, PAN, PPP kubu Djan Faridz (Koalisi Merah Putih), kalah di eksekutif, namun mereka menjadi mayoritas di parlemen. Apalagi saat itu Demokrat, yang di pilpres menyatakan sebagai penyeimbang, ikut bergabung dengan KMP saat awal mula periode.
KMP berhasil mendapat semua unsur pimpinan di alat kelengkapan Dewan (AKD) karena UU MD3 saat itu mengatur sistem paket (bukan proporsional berdasarkan perolehan suara di pemilu). Alhasil, PDIP sebagai partai Pemenang Pemilu 2014 tak memegang posisi pimpinan, termasuk pimpinan DPR/MPR.
Lalu KMP mulai kendur. Partai pendukung pemerintah akhirnya bisa mendapat posisi pimpinan di AKD, tapi belum di pimpinan DPR. Hingga KMP menjadi minoritas di parlemen, revisi UU MD3 lalu digelorakan untuk mengakomodasi PDIP sebagai pemenang pemilu.
Hendrawan menilai DPR sebagai lembaga yang dipilih berdasarkan hasil pemilu malah seolah mengkhianati hasil pemilu bila menilik apa yang harus dilalui oleh PDIP. RUU MD3 kini menyepakati kembali ke aturan sebelumnya, yakni pimpinan DPR dipilih secara proporsional berdasarkan hasil pemilu.
"Esensi demokrasi itu kan asas representativitas. Karena kalau DPR itu kan lembaga yang dibentuk melalui hasil pemilu. Selama ini kepemimpinan di DPR itu mengingkari atau mengkhianati hasil Pemilu 2014," ujar Hendrawan.
Terkait nama yang akan mengisi tambahan kursi pimpinan dari PDIP, belum ada keputusan dari Ketum Megawati Soekarnoputri. Hendrawan mengatakan pihaknya masih berkonsentrasi pada pembahasan hasil rapat Badan Legislasi (Baleg) kemarin.
"Ya, nanti diputuskan oleh Ketum DPP PDIP. Kalau keputusan-keputusan seperti itu kan akan cepat. Yang penting sekarang kita sedang memikirkan pembicaraan tingkat 1 di Baleg itu diteruskan dalam rapat paripurna," tutur anggota Baleg tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono menyambut baik penambahan pimpinan DPR lewat revisi UU MD3 untuk mengakomodasi PDIP selaku pemenang Pemilu 2014. Menurut Agung, revisi UU MD3 kali ini merupakan penebus dosa ke PDIP yang tak mendapat jatah meski jadi pemenang.
"Ini sebuah keadaan yang unik, tapi saya kira ini penebus dosalah. Pada pemilu lalu, mestinya partai pemenang pemilu jadi Ketua DPR, tapi ada perekayasaan pada waktu lalu sehingga tidak strategis," ujar Agung di kediamannya, Jalan Cipinang Cempedak 2 Nomor 23, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (8/2). (dtc)