Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Deputi II Bidang Pertanian dan Pangan, Kementerian Koordinator Perekonomian Musdalifah mengungkapkan produksi kakao di Indonesia tahun lalu sekitar 400 ribu ton, sementara kapasitas industri 2 kali lipatnya.
Dia mengakui bahwa produktivitas kakao Indonesia memang masih rendah. Hal itu disebabkan minimnya wawasan petani kakao dalam memacu produksi.
"Produktivitas kita kan masih rendah, buktinya produksi masih 400 ribu ton, tahun 2017," katanya ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (9/2).
Pemerintah terus mencari cara meningkatkan produksi kakao dalam negeri. Pasalnya kebutuhan kakao di Indonesia terbilang tinggi. Jika tidak dipenuhi, mau tidak mau Indonesia masih bergantung impor. Adapun negara pengimpor berasal dari Pantai Gading dan Ghana.
"Yang pasti kita sudah punya industri. Industri kita kapasitasnya 800 ribu ton," ujarnya.
Namun, kata dia kebutuhan impor ini bukan semata-mata karena produksi kakao dalam negeri tidak mencukupi. Hal lainnya karena Indonesia membutuhkan varian rasa, yang mana itu dapat dipenuhi dari kakao yang berasal dari negara lain.
"Iya ada impor sih, tapi memang kalau itu kadang-kadang kakao kita harus dicampur. Jadi bukan karena kita kurang produksi. Kadang-kadang kita harus impor, tapi karena rasa, karena kita kan industri olahan. Rasa dari masing-masing negara itu beda-beda," terangnya.
Sementara, Indonesia belum mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan industri untuk menciptakan rasa dari olahan kakao menjadi beragam.
"Paling enggak kalau kita mau punya daya saing rasa terkait rasa, selera kan kita harus penuhi kan harus kita campur-campur," lanjutnya.
Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdoellah menambahkan, berdasarkan data yang dia miliki, pada 2017 kemarin Indonesia impor biji kakao sebanyak 200 ribu ton.
"Kita 2017 impor biji 200 ribu ton, padahal sebelumnya tidak pernah. Kita paling tinggi 2 tahun lalu itu 110 ribu ton. Rata-rata biasanya hanya 60 ribu ton sebelumnya. Jadi kemarin itu yang tertinggi. Kita harus tingkatkan produksi," tambahnya.
Untuk memacu produksi kakao di Indonesia, hari ini Pemerintah meluncurkan buku Kurikulum Nasional dan Modul Pelatihan Budi Daya Berkelanjutan dan Pasca Panen Kakao untuk membentuk petani kakao yang lebih profesional.
Penyusunan buku ini diawali dengan pembentukan tim pengarah nasional dan tim penyusun yang dibentuk berdasarkan surat No: 110/KPA/I.1/06/17 tentang Tim Penyusun Kurikulum dan Modul pelatihan Budi Daya Berkelanjutan dan Pasca Panen Kakao tahun 2017.
Tim ini dipimpin oleh Kepala Pusat Pelatihan Pertanian. Adapun yang terlibat di dalamnya adalah Kementerian Pertanian, Cocoa Sustainability Partnership (CSP) dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka). (dtf)