Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Semarang, Dr Djoko Setijowarno menyarankan agar tempat wisata menyediakan ruang khusus bagi para pengemudi untuk beristirahat. Sebab salah satu faktor terjadinya kecelakaan bus pariwisata yang terus berulang adalah kelelahan si pengemudi.
"Selama ini para sopir biasanya cuma istirahat di tempat yang kurang layak, seperti di bagasi, di dalam bus, atau di lapangan terbuka," kata Djoko, Minggu (11/2).
Akibatnya, para sopir biasanya kurang cukup istirahat dan mengantuk, atau setidaknya mudah lelah saat kembali harus mengemudi. Komite Nasional Keselamatan Transportas pernah menyampaikan rekomendasi semacam kepada Kementerian Pariwisata.
Selain itu, penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus. Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan bermotor umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.
Hal ini sesuai pasal 154 UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, dan pasal 32 dan 33 Permenhub No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Pemerintah dapat memberikan sanksi tegas, mulai sanksi ringan melarang beroperasi dalam rentang waktu tertentu hingga mencabut ijin usahanya. Dan ada sanksi pidana juga, biar ada efek jera," kata Djoko. Hal yang sama, imbuhnya, juga dapat diberikan pada petugas kir yang meloloskan uji kir yang kemungkinan tidak layak.
Khusus kepada masyarakat calon pengguna jasa angkutan wisata, ia menyarankan agar tidak cuma memperhatikan tariff sewa yang merah dan penampilan fisik kendaraan yang mulus. "Demi keselamatan, mintalah fotocopy STNK, uji kir, SIM pengemudi dan ijin usaha transportasinya sebelum memutuskan untuk menyewa," katanya.
Agar masyarakat dapat mencari tahu kondisi bus yang akan digunakan dengan mudah, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat harus segera membuat database Angkutan Pariwisata. Di situ informasi yang tercantum antara lain nama Perusahaan Otobus, alamat kantor, no telpon yang dapat dihubungi, jenis kendaraan dan plat kendaraan, tanggal terakhir kir, serta identitas pengemudi.(dtc)