Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mantan auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri dituntut hukuman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan. Jaksa meyakini Rochmadi menerima duit suap Rp 240 Juta agar memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kemendes PTTT, menerima gratifikasi, dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait jabatannya selaku auditor utama BPK.
"Menuntut majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Rochmadi Saptogiri terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara sah bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa KPK saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).
"Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan, dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan," sambung jaksa.
Jaksa menyatakan Rochmadi selaku auditor III BPK telah terbukti menerima suap dari eks Irjen Kemendes PDTT Sugito dan Kepala bagian TU Jarot Budi Prabowo. Jaksa mengatakan penyerahan uang itu dilakukan melalui Ali Sadli, selaku anak buah Rochmadi.
Dalam persidangan jaksa menyatakan penyerahan uang Rp 200 juta itu dilakukan 10 Mei 2017 dari Jarot Budi Prabowo mengenakan tas berwarna hitam kepada Ali Sadli. Selanjutnya pada 26 Mei, Jarot disebut juga bertemu kembali dengan Ali Sadli dengan membawa uang Rp 40 juta.
"Bahwa perbuatan terdakwa Rochmadi Saptogiri bersama-sama saksi Ali Sadli menerima beberapa kali uang dari saksi Sugito melalui saksi Jarot Budi Prabowo berasal dari perbuatan yang sama atau sejenis, berasal dari satu keputusan kehendak yang dilarang dengan maksud agar memperoleh opini WTP pada laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016 dan secara berturut-turut dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama antara pemberian uang yang pertama (10 Mei 2017) dengan pemberian uang berikutnya (26 Mei 2017)," urai jaksa.
Jaksa juga menyatakan Rochmadi terbukti menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai pegawai BPK dan auditor utama auditorat Keuangan Negara III BPK. Dari persidangan jaksa meyakini Rochmadi menerima gratifikasi senilai Rp 1,725 miliar.
"Bahwa terdakwa di persidangan tidak dapat membuktikan bahwa uang sebesar Rp 600 juta dan USD 90 ribu tersebut berasal dari penghasilan yang sah selaku auditor BPK RI, namun menerangkan terdakwa memperoleh uang tersebut setelah mengumpulkan uang-uang yang terdakwa simpan secara cash di kantor terdakwa," urai jaksa.
Jaksa menambahkan sejak menerima uang sebesar Rp 600 juta dan USD 90 ribu, atau menurut keterangan saksi jika dirupiahkan maka nilai seluruhnya Rp 1,723.697.500, terdakwa tidak melaporkan harta kekayaannya itu ke LHKPN. Jaksa juga menyebut untuk menyembunyikan harta kekayaannya, Rochmadi membeli tanah seluas 329 m2 yang terletak di Kebayoran Essence Blok KE nomor I-15 Bintaro Tangerang Selatan dari PT Jaya Real Property senilai Ro 3,5 miliar, yang selanjutnya terdakwa membangun rumah senilai Rp 1,1 miliar.
"Bahwa seluruh harta kekayaan berupa uang sejumlah Rp 3,5 miliar yang digunakan terdakwa untuk membelanjakan sebidang tanah dimaksud terdakwa tidak mampu membuktikan bahwa harta kekayaan yang dipergunakan untuk pembayaran harta kekayaan tersebut sebesar Rp 1.725.000.000. Sedangkan selebihnya Rp 1,5 miliar dan biaya pembangunan di atasnya sebesar Rp 1,1 miliar berasal dari penghasilan yang sah sebagai PNS BPK RI dengan jabatan selaku auditor utama AKN III BPK," urai jaksa.
Selain itu, jaksa juga menyebut Rochmadi menerima hadiah berupa mobil dari bagian tindak pidana pencucian uang (TPPU) Ali Sadli. Jaksa menyebut Rochmadi menerima mobil Honda All New Oddyssey RC 17 senilai Rp 700 juta dari Ali.
"Hal ini terbukti setelah Rochmadi Saptogiri menguasai 1 mobil Honda Oddysse selama kurang lebih satu minggu. Terdakwa tidak pernah mengutarakan akan mengganti hrga pembelian mobil dimaksud kepada Ali Sadli, walaupun menurut keterangan terdakwa bahwa ia akan membayar seluruh harga mobil tersebut padahal ada beberapa kali kesempatan bertemu dengan Ali Sadli di BPK namun hal itu tidak pernah terlaksana. hingga akhirnya terjadi peristiwa tertangkap tangan saksi Ali Sadli oleh KPk pada 26 Mei 2017," jelas jaksa.
"Dengan demikian unsur yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum," sambung jaksa.
Jaksa menilai unsur yang memberatkan terdakwa ialah tidak mendukung program pemberantasan korupsi, menyalahgunakan jabatannya, menggunakan bawahannya untuk menerima uang, dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya secara berterus terang. Sementara unsur yang meringankan ialah terdakwa berlaku sopan dan belum pernah dihukum.
Atas perbuatannya Rochmadi disangkakan melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian terkait gratifikasi pasal 12 B UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, pasal 3 dan pasal 5 UU RI Nomor 8 tahun 2010. (dtc)