Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. DPR melalui rapat peripurna sore hari ini resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). UU MD3 yang baru ini dianggap rawan digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Peneliti Formappi Lucius Karus menganggap banyak pasal di RUU MD3 yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Salah satu pasalnya terkait hak imunitas DPR yang tercantum dalam pasal 245.
Pasal 245 dalam draf revisi UU MD3 berbunyi: "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan".
"Saya kira sangat mungkin ini akan disusul JR dari begitu banyak pihak," kata Lucius saat dihubungi, Senin (12/2/2018).
Lucius membeberkan alasan mengapa dia memandang revisi UU MD3 ini akan rawan diuji materi. Menurut dia, UU MD3 hanya mementingkan kepentingan anggota DPR semata tanpa melihat dampak yang lebih luas.
"Karena di samping proses pembahasan yang diarahkan membela kepentingan DPR, saya kira secara demokratis maupun prinsip negara hukum, peraturan yang dibikin DPR ini melawan UUD," ujarnya.
Setelah melalui pembahasan yang cukup alot, undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) akhirnya disahkan dalam rapat paripurna. Pengesahan dibacakan oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Revisi UU MD3 disahkan meski dua fraksi, Partai NasDem dan PPP meminta untuk menunda pengesahan UU MD3. Dua fraksi itu lalu walk out dari paripurna.
Sementara itu, 8 fraksi yang menyetujui itu yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN)) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). (dtc)