Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Bupati Lampung Tengah Mustafa ditahan KPK karena terseret dalam kasus suap kepada DPRD terkait pinjaman APBD 2018. Cagub Lampung ini menjadi calon kepala daerah keempat yang ditangkap KPK.
"KPK melakukan rangkaian tangkap pada hari Rabu (14 Februari 2018) dan Kamis (15 Februari 2018) di tiga lokasi, yaitu di Jakarta, Bandar Lampung, dan Lampung Tengah," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarif dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/2).
Mustafa sendiri ditangkap di Bandar Lampung pada Kamis (15/2) petang di Bandar Lampung. Penangkapannya menyusul operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pihak dalam kaitan transaksi suap kepada pihak DPRD Lampung Tengah.
Status hukum Mustafa belum ditentukan oleh KPK. Mustafa diduga memberikan arahan soal dana suap. Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga, anggota DPRD Lampung Tengah Rusliyanto, dan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman. Natalis dan Rusliyanto diduga menerima uang dari Taufik.
"Diduga atas arahan bupati dana tersebut diperoleh dari kontraktor sebesar Rp 900 juta. Sedangkan Rp 100 juta lainnya untuk menggenapkan jumlahnya berasal dari dana taktis," terang Syarif.
Di Pilgub Lampung 2018, Mustafa diusung oleh NasDem, PKS, dan Hanura. Ketua DPW NasDem Lampung Tengah ini berpasangan dengan Ahmad Jajuli.
Partai NasDem sebagai partai pengusung menyatakan siap mendukung KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Dia pun siap mengikuti aturan KPU soal Mustafa.
"Terkait dengan pencalonan sebagai calon gubernur, maka itu yang berlaku di Partai NasDem akan mengikuti sepenuhnya norma dan ketentuan yang ada di UU Pemilihan Kepala Daerah. Yang menurut aturan itu bahwa isunya terhadap kandidat yang sudah ditetapkan oleh KPU sudah tidak bisa diganti," terang Sekjen NasDem Jhonny G Plate.
Mustafa menambah daftar calon kepala daerah yang terseret kasus korupsi. Ada empat calon yang semuanya merupakan petahana, ditangkap oleh KPK.
Sebelum Mustafa, Bupati Subang Imas Aryumningsih ditangkap dalam OTT pada Selasa (13/2) malam. Dia diduga menerima suap bersama Data (swasta) dan Asep Santika (Kabid Perizinan Pemkab Subang) dari Miftahhudin (swasta/PT ASP).
Suap terkait dengan pemberian izin pembuatan pabrik di Subang. Total ada 8 kali transaksi yang telah dilakukan.
Imas kembali mencalonkan diri dalam Pilbup Subang, yang diusung Partai Golkar dan PKB. Duit ratusan juta rupiah turut disita KPK dari OTT yang menjerat Imas. Sebelum menjadi Bupati Subang, Imas merupakan Wakil Bupati Subang mendampingi Ojang Sohandi, yang juga ditangkap karena menerima suap.
Calon kepala daerah lain yang terjerat korupsi adalah Bupati Ngada Marianus Sae dan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko. Marianus adalah bakal calon Gubernur NTT yang diusung PDIP-PKB. Sedangkan Nyono, yang menjadi petahana di Jombang, kembali maju dalam Pilbup Jombang, yang diusung 5 partai, yakni Partai Golkar, PKB, PKS, Partai NasDem, dan PAN.
Marianus diduga menerima Rp 4,1 miliar dari seorang kontraktor terkait proyek-proyek infrastruktur. KPK juga memprediksi uang suap itu digunakan Marianus untuk kepentingan maju dalam Pilgub NTT 2018.
Sedangkan Nyono diduga menerima suap Rp 200 juta dari pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan (Plt Kadinkes) Pemkab Jombang Inna Silestyowati. Duit itu berasal dari pungli dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang hingga terkumpul Rp 434 juta dari pungli pada Juni-Desember 2017.
Uang Rp 200 juta itu dimaksudkan agar Inna ditetapkan Nyono sebagai Kadinkes Pemkab Jombang definitif. Terlepas dari itu, rupanya Inna melakukan pungli lainnya, yaitu terkait izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang. Dari pungli itu, Inna menyerahkan Rp 75 juta ke Nyono. Duit itu telah dipakai Nyono sebesar Rp 50 juta untuk keperluan pembayaran iklan terkait kampanye dalam rangka maju lagi ke pilkada Bupati Jombang 2018.
KPK sendiri sudah sering kali mengingatkan agar penyelenggaraan pesta demokrasi tidak dinodai perbuatan korupsi. Apabila tetap tidak kapok, KPK tak segan bertindak.
"Kalau kita serius, proses demokrasi ini dijalankan secara bersih, pasti butuh peran dari semua pihak," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Selasa (13/2) malam.
"Semua pihak menjalankan kewenangannya secara maksimal agar proses pilkada ini proses demokrasi ini menghasilkan kepala daerah yang bisa memimpin secara benar, secara bersih, dan tidak lagi meniru atau mengulangi kekeliruan kepala daerah sebelumnya yang akhirnya diproses oleh KPK, kepolisian, atau kejaksaan dalam kasus korupsi," imbuhnya. (dtc)