Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Penataan kawasan cagar budaya Banten Lama yang kumuh dan tak terawat dinilai mendesak. Sejak 1980-an, sebetulnya sudah ada usulan agar ada pengelola independen yang mengurus daerah bekas kesultanan Islam itu agar tertata dengan rapi.
Sejarawan Banten Mufti Ali dari LPPM UIN Sultan Maulana Hasanuddin mengatakan, jika berbicara zonasi, cagar budaya seperti Banten Lama semestinya steril dari pemukiman dan berbagai bangunan sejauh 2-3 kilometer. Sistem zonasi ini seperti yang diterapkan dalam pengelolaan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah
Menurutnya, di Banten Lama yang menjadi situs cagar budaya bukan hanya Masjid Agung Maulana Hanasuddin. Tetapi ada cagar budaya lain, seperti Keraton Surosowan, Jembatan Rante, Benteng Speelwijk, Pelabuhan Karangantu, dan Keraton Kaibon, yang juga semestinya steril demi kepentingan konservasi.
"Banyak yang rusak dan dialihfungsikan, harusnya tidak ada pembangunan, tidak ada pembuatan struktur bangunan modern. Sekarang sudah sangat masif," kata Mufti saat berbincang dengan detikcom di Serang, Jumat (7/7/2017).
Ia menganalogikan, saat ini kondisi kawasan Banten Lama berikut seluruh cagar budaya di sekitarnya sudah dalam batas 'merah'. Butuh penanganan sistematis dan berkelanjutan agar penataan dan pengelolaan cagar budaya di Banten Lama selevel dengan Borobudur dan masuk sebagai warisan budaya dunia yang diakui UNESCO.
"Kita punya sejarah kebesaran, koleksi tentang informasi Banten Lama kita lengkapi, akses jalan serta lingkungan sekeliling ditata rapih. Karena itu wajah dan identitas Banten," ucapnya. (dtc)