Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Salah satu rekomendasi pansus hak angket DPR pada KPK yaitu mengenai peningkatan indeks persepsi korupsi atau corruption perseption index (IPK atau CPI). Namun Transparency International Indonesia (TII) menyebut urusan itu bukan hanya tugas KPK.
"Kalau dibebankan ke KPK, sampai kiamat tidak akan jadi. Dengan asumsi KPK di negara kita diberi anggaran kecil, organisasi kecil, kalau diberi target menaikkan (IPK atau CPI) itu seperti David melawan Goliath," ucap Sekjen TII Dadang Trisasongko dalam diskusi di kantor TII, Jalan Amil, Jakarta Selatan, Minggu (18/2).
Dadang juga menyebut IPK atau CPI diukur dari banyak faktor yang tak melulu menjadi tugas KPK sebagai lembaga antirasuah. Dia mengatakan ada relasi-relasi lain yang bisa memberikan pengaruh.
"Dia (CPI) diambil dari berbagai survei di seluruh dunia. Ada 13 survei global, Indonesia ada 9 atau 8 dari 13, dipakai," ujar Dadang.
"Misal, Political Risk Service (PRS) internasional, bagaimana tentang suap, relasi politik dengan bisnis. Kemudian WEB (World Economic Forum) lebih ekonomi. Misal diuruskan listrik, pembayaran pajak, kontrak atau lisensi, dan terkait korupsi di lembaga peradilan," imbuh Dadang.
Contoh-contoh itu menurut Dadang menunjukkan bahwa urusan CPI atau IPK tak melulu menjadi tanggung jawab KPK. Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga menyebut ada tanggung jawab parlemen sebenarnya terkait CPI atau IPK.
"Ada pula faktor yang menarik, seperti Political Risk Service. Itu sebenarnya tanggung jawab parlemen. Kemudian relasi politik dan bisnis," ucap Syarif.
Syarif mencontohkan susunan pengurus di Kamar Dagang dan Indrustri (Kadin). Menurutnya, ada pejabat publik hingga anggota parlemen yang menduduki jabatan yang dianggapnya bisa tercampur aduk.
"Saya kaget yang di situ, pengurus teras hampir semua pejabat publik, bahkan parlemen. Mana beda pejabat publik dan privat sektor. Kalau masih campur aduk, bagian indeks dari political risk service itu bagus," ucap Syarif. (dtc)