Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - KPK memeriksa mantan Menteri Koordinator Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti terkait kasus BLBI. Dia dimintai konfirmasi soal dokumen terkait rapat kabinet.
"Jadi sudah diperiksa hari ini dan didalami lebih lanjut beberapa dokumen-dokumen yang sudah kita dapatkan sebelumnya dari beberapa penyitaan, yaitu terkait dengan pembicaraan-pembicaraan terkait pembahasan-pembahasan pada rapat terbatas kabinet saat itu," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2018).
Menurut Febri, pemeriksaan itu terutama terkait dengan pendalaman soal proses pengambilan keputusan yang dilakukan sehingga berujung pada dikeluarkannya surat keterangan lunas (SKL) BLBI kepada BDNI. Padahal diduga KPK, BDNI belum menunaikan kewajibannya.
"Tentu kita dalami lebih lanjut bagaimana proses di lingkup internal BPPN pada saat itu, sehingga memutuskan diberi SKL kepada BDNI. Sementara dari bukti yang sudah kita dapatkan, sebenarnya BDNI diduga belum memenuhi kewajibannya sehingga belum dapat seharusnya diberi SKL," urai Febri.
Selain Dorodjatun, KPK memeriksa mantan pejabat BPPN Thomas Maria. Dalam penanganan kasus ini, ujar Febri, sudah ada komunikasi antara penyidik KPK dan jaksa penuntut umum. Dia berharap tidak lama lagi akan ada peningkatan kasus ke tingkat lebih lanjut.
"Tadi saya juga sudah sampaikan ke penyidiknya, koordinasi dengan jaksa penuntut umum sedang dilakukan saat ini. Semoga tidak terlalu lama untuk tahap penyidikan ini bisa ada progres lebih lanjut," ucap Febri.
Dalam kasus ini, KPK menyebut eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung mengusulkan disetujuinya KKSK perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor BDNI menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Dalam audit terbaru BPK, KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp 4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable, kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp 220 miliar. Sisanya, Rp 4,58 triliun, menjadi kerugian negara. dtc