Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Sejumlah fraksi di DPR menyarankan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu ketimbang menolak meneken UU MD3. Fraksi Demokrat pun mengingatkan Jokowi juga pernah mengeluarkan Perppu soal UU Ormas.
"Bisa saja Presiden dengan kajiannya, kalau dirasa pertimbangan yuridis, politis, psikologis cukup, tentu presiden punya alasan untuk menggunakan kewenangan subjectifnya dengan mengeluarkan Perppu," ujar Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukrianto saat dihubungi, Kamis (22/2/2018).
"Kan kemarin Jokowi pernah keluarkan Perppu Ormas," imbuhnya.
Perppu Ormas dikeluarkan soal dibubarkannya ormas yang radikal oleh pemerintah tanpa pengadilan. Setelah Perppu dikeluarkan, UU Ormas yang lama pun direvisi.
Mengenai UU MD3, Presiden Jokowi beralasan memperhatikan keresahan publik soal UU MD3 sehingga belum mau menandatanganinya meski sudah disahkan di DPR. Didik pun mengingatkan tanpa diteken Jokowi, UU akan sah dengan sendirinya.
"Pasal 20 ayat (5) UUD 1945, Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan Presiden dalam jangka waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU itu sah menjadi UU dan wajib diundangkan," tuturnya.
Didik mengaku bingung dengan sikap Presiden yang mengisyaratkan menolak revisi UU MD3. Padahal revisi undang-undang tersebut dibahas bersama-sama antara DPR dengan pemerintah.
"Presiden melalui surpresnya sudah mengamanahkan kepada Menkumham sebagai wakil pemerintah dalam menbahas UU MD3. Menkumham juga sudah melakukan pembahasan secara mendalam dan komprehensif bersama DPR," jelas Didik.
"Pemerintah juga setuju RUU MD3 hasil pembahasan dibawa ke rapat Paripurna untuk disahkan. Demikian juga dalam tahap pengesahan di Rapat Paripurna tidak ada sedikitpun keberatan dari wakil pemerintah dan menyetujui sepenuhnya perubahan UU MD3," sambungnya.
Untuk itu, Didik menilai agak aneh dan tidak masuk akal dalam konteks ketatanegaraan bila Jokowi tidak mengetahui isi dari revisi UU MD3. Demokrat menilai sikap Jokowi yang belum mau meneken UU MD3 seperti sebuah pencitraan.
"Karena wakilnya menjadi bagian yang membahas dan menyetujui pengesahan UU MD3. Apakah tepat dan bijak kemudian mengingkari kepercayaannya atau wakilnya tidak amanah? Publik bisa missed persepsi karena adanya hasrat untuk pencitraan. Mana kepentingan bangsa dan kekuasaan semakin tidak jelas batasannya," papar Didik.
"Tanggung jawab kelembagaan dalam perspektif ketatanegaraan tidak bisa di bundling dengan citra. Sebagai pejabat, sikap kenegarawanan yang dibutuhkan," tambah anggota Komisi III DPR itu.
Didik mempertanyakan kenegarawanan Jokowi. Dengan sikap Jokowi yang terkesan menolak UU MD3, kinerja pemerintah pun dinilainya menjadi tidak serius karena inkonsisten.
"Bagaimana mungkin Presiden bisa menistakan sikap pemerintah terhadap keputusan yang telah dibuatnya sendiri? Kalau Presiden mengarahkan JR (judical review) ke MK, segara tanda tangan dan diadministrasikan nomor UU-nya agar bisa segera di JR," ucap Didik.
"Kalau tidak mau itu, Presiden bisa mengeluarkan Perppu. Kita tunggu langkahnya. Semoga sinkron antara keinginan dan tindakan," sambung dia.Seperti diketahui revisi UU MD3 menuai kontroversi. Undang-undang yang baru saja disahkan itu memuat pasal soal imunitas. Selain itu ada pula pasal yang membuat DPR menjadi imun dan antikritik. (dtc)