Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Sikap Presiden Joko Widodo soal UU MD3 dinantikan banyak pihak. Bila tidak setuju dengan revisi UU MD3, Jokowi dinilai bisa menerbitkan perppu seperti yang dilakukan pendahulunya, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
"DPR memahami situasi yang cukup sulit yang dihadapi pemerintah, dengan mempertimbangkan dinamika publik yang berkembang. Apa pun keputusan yang diambil oleh pemerintah, DPR tetap menghormati dan mengapresiasi pemerintah terkait kajian yang didalami pemerintah saat ini," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan saat dihubungi, Kamis (22/2/2018).
Presiden Jokowi belum mau meneken UU MD3, yang pasal-pasalnya cukup kontroversial. Meski begitu, UU tersebut tetap bisa berlaku dalam 30 hari setelah disahkan di DPR.
Jokowi juga menyarankan agar pihak yang tak setuju dengan UU MD3 melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Namun Taufik mengingatkan, UU bisa digugat bila sudah berlaku.
"Masyarakat baru bisa melakukan judicial review setelah 30 hari jika tidak ditandatangani oleh presiden. Judicial review bisa dilakukan apabila hasil pembahasan tingkat II telah diundangkan dalam lembaran negara," sebutnya.
"Misalnya presiden tidak atau belum tanda tangan, belum bisa dilakukan judicial review oleh masyarakat. Tapi masyarakat yang akan mengajukan judicial review harus tunggu 30 hari bila UU belum ditandatangani presiden," lanjut Taufik.
Solusi kedua yang ditawarkan DPR adalah presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Hal serupa pernah dilakukan oleh SBY saat tak setuju dengan UU Pilkada.
"Presiden atau pemerintah bisa saja melihat kondisi kekinian yang berkembang di masyarakat, dan melihat respons publik yang sangat dinamis, memang presiden secara konstitusional dimungkinkan untuk mengeluarkan perppu," terang dia.
"Hal ini pernah dilakukan oleh Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, dengan mengeluarkan Perppu tentang UU Pilkada," sambung Taufik.
Waketum PAN ini lantas mengingatkan, pemerintah sebenarnya ikut membahas revisi UU MD3 dengan wakil Menkumham Yasonna Laoly. Sampai saat disahkan, tak ada keberatan dari pihak pemerintah soal UU MD3.
"Di sidang paripurna pengesahan UU MD3, Menkumham sudah berpidato sebagai perwakilan presiden dan tidak menyatakan keberatan. Posisinya saat ini DPR menunggu hasil sidang paripurna itu diundangkan dalam lembaran negara " kata Taufik.
Untuk itu, DPR menunggu sikap Presiden Jokowi mengenai UU MD3 ini. Taufik menyatakan akan mengapresiasi apa pun pilihan pemerintah.
"Ini cukup dilematis. Jadi menurut saya, kita tunggu saja langkah yang dilakukan Presiden, apakah mengeluarkan perppu untuk membatalkan atau membiarkan tanpa tanda tangan Presiden. Tentu dengan konsekuensi 30 hari kemudian UU ini berlaku," ujar dia.
"Di sisi lain, masyarakat harus memahami dinamika yang ada dalam proses pembahasan antara DPR dan pemerintah. Tetapi seandainya ada perkembangan yang perlu didalami oleh pemerintah, tentunya DPR dalam dalam posisi mengapresiasi apa yang akan dilakukan pemerintah," imbuh Taufik.Seperti diketahui, UU MD3 menuai kontroversi karena memuat pasal-pasal yang membuat DPR menjadi imun dan antikritik. Jokowi pun mengaku belum meneken UU MD3 karena memperhatikan keresahan masyarakat, meski UU itu telah disahkan di DPR. (dtc)