Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Balige. Kasus seorang bidan desa (Bindes) yang mendesak pasangan suami istri untuk segera menyerahkan bayi yang baru dilahirkan karena membantu semua biaya persalinan di RS HKBP Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) menjadi perbincangan hangat di daerah itu, khususnya di Desa Hutabul,u Kecamatan Balige, tempat pastri tersebut tinggal
Sejak berita tersebut tersebar luas, Kepala Desa Hutabulu, Haposan Simanjuntak mengaku sudah melakukan klarifikasi langsung kepada LS, sang bidan desa, apakah benar mendesak pasangan suami istri Parto Simanjuntak. dan Amelia Pangaribuan untuk menyerahkan bayi mereka.
Dari hasil klarifikasi tersebut, papar Haposan, pihaknya sudha merekomendasikan kepada Dinas Kesehatan Pemkab Tobasa agar bidan desa tersebut diganti.
"Kami hanya ingin bidan bekerja tidak melanggar kode etik kebidannan. Karena setahu saya siapapun warga yang butuh pelayanan, khususnya menyangkut nyawa harusnya ditolong tanpa embel embel," kata Haposan, Senin(26/2/2018).
Dia mengatakan, permohonan pindah itu diharapkan untuk kebaikan desanya dalam pelayanan kesehatan.
Terkait warganya Parto Simanjuntak dan Amel Pangaribuan dikabarkan tidak memiliki identitas di desanya, dikatakan dia, sejatinya Bindes LS menyampaikannya pada rapat koordinasi tingkat desa.
"Jangan setelah ada masalah kepala desa harus turun. Sementara, dalam pelayaanan bindes tidak melaporkan ada pasien yang tidak memiliki identitas yang sedang mendapat pelayanan, " katanya.
Kepala Dinas Kesehatan, Rajaipan Sinurat yang dikonfirmasi menjelaskan, pihaknya masih menelusuri kasus tersebut. Selain itu, Dinas Kesehatan juga akan memanggil bidan desa tersebut.
Sebelumnya, Parto Simanjuntak panik dengan kondisi istrinya yang sedang gawat karena harus melahirkan dengan cara operasi. Sementgara, dia tidka punya biaya.
Saat mendatangi seorang bidan desa, ia ditawari membantu segala biaya persalinan dengan kompensasi bayi mereka segera diserahkan setelah lahir.
"Memang uang kami tidak ada dan tidak sanggup untuk biaya bersalin. Makanya saya ajak istri untuk melahirkan di bidan bukan ke rumah sakit. Tapi bidan malah menyarankan ke rumah sakit untuk operasi cesar dengan perkataan bahwa biaya cukup besar, " ujar Parto, Jumat (23/2/2018), di RS HKBP Balige.
Ia mengaku mendengar biaya yang ditawarkan bidan lebih dari Rp 5 juta. Maka, ketika bidan menawarkan untuk pembiayaan dari donatur dan setelah melahirkan anak akan dibawa, ia pun setujui, karena kondisi istrinya ketika itu sudah kritis.
"Tujuan saya, bagaimana istri saya Amel sehat, apapun risiko saya sudah siap," ujarnya.
Tepatnya, ketika anak lahir dengan jenis kelamin perempuan, dikatakan Parto, sang bidan mendesak agar janji ditepati untuk menjual bayinya.
"Setiap menit, setiap hari saya didatangi bidan menagih agar anak saya serahkan, padahal istri masih perawatan intensif dari pihak rumah sakit, otomatis saya tak mau," terangnya.
Sang istri, Amel Pangaribuan menegaskan tidak akan akan memberikan kepada siapapun bayinya tersebut, termasuk Bindes ayang telah menolong pembiayaan persalianannya di rumah sakit
"Kalau masalah hutang, kami akan bayar, tapi jangan anak saya yang diambil," tegasnya.
Praktek Bidan Desa Lusiana Siregar di Desa Hutabulu Mejan, Kecamatan Balige, Toba Samosir.