Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Selain layanan medis, dukungan keluarga tentu memiliki peran yang sangat berarti dalam menunjang kesembuhan seorang pasien. Namun sayangnya, sejauh ini rumah sakit masih kerap terkesan abai terhadap keberadaan keluarga pasien.
Seperti dari penelusuran yang dilakukan, sebagian besar rumah sakit di Medan, belum memberikan fasilitas yang layak bagi keluarga, khususnya untuk pasien yang menjalani rawat inap. Akibatnya, pemandangan seperti keluarga pasien tidur dilantai, atau berhimpit-himpitan dalam satu ruangan sesak menjadi sesuatu hal yang tak asing di rumah sakit.
Menanggapi ini, pengamat kesehatan Sumatera Utara (Sumut) Destanul Aulia menilai, hal tersebut merupakan bukti bahwasanya Indonesia, khususnya Kota Medan masih tertinggal dalam hal health tourism (wisata kesehatan). Padahal diluar negeri seperti Malaysia, imbuh Destanul, keluarga pasien justru diberikan perlakuan yang bagus, supaya dapat memasarkan rumah sakit kepada yang lainnya.
"Tapi kalau di Indonesia, kadang-kadang keluarga pasien malah banyak disia-siakan atau bahkan dikasari oleh pihak rumah sakit. Sehingga akibatnya, keluarga pasien merasa banyak yang tidak puas setelah keluar dari rumah sakit," ungkapnya kepada medanbisnisdaily.com, Senin (26/2/2018).
Oleh karena itu, jelas Destanul, jika rumah sakit ingin maju, penataan terhadap keluarga pasien harus dapat dilakukan dengan seksama. Mengingat di Indonesia, dari sisi budaya keluarga merupakan hal yang substansial untuk menunjang kesembuhan pasien.
"Sebenarnya rumah sakit yang modern itu harus mempertimbangkan budaya ini. Artinya rumah sakit harus menyiapkan, seperti ruangan untuk keluarga pasien, baik di dalam ataupun dekat dengan rumah sakit," jelasnya.
Karena, sambung Destanul, berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ternyata dari sisi ekonomi, biaya yang harus dikeluarkan keluarga pasien justru sama besarnya dengan biaya pasien ketika menjalani perawatan. Sebab, untuk mendampingi pasien yang dirawat di rumah sakit, keluarga yang berjaga harus tidak bekerja, sehingga kehilangan pendapatan. Belum lagi biaya transport, makanan tambahan dan lainnya.
"Untuk itu, rumah harus mempertimbangkan aspek biaya tidak langsung ini dengan membantu menyiapkan pelayanan untuk keluarga pasien. Karena kita tahu pasien sangat butuh dukungan," sebutnya.
Namun, menurut Destanul, keberadaan keluarga pasien justru untuk menutupi ketidaksempurnaan dari pelayanan rumah sakit. Akibatnya muncul rasa ketidakpercayaan dari masyarakat pada rumah sakit, sehingga keluarga merasa perlu mendampingi pasien selama 24 jam.
Belum lagi, lanjut Destanul, dari sisi medis, orang yang sakit itu sangat beresiko untuk menularkan penyakitnya kepada yang lain. Untuk itu, selain pasian safety rumah sakit juga harus dapat menekankan safety kepada pengunjung.
"Begitupun kinerja perawat dan bidan di rumah sakit harus bisa memberikan pelayanan yang maksimum. Malah di negara maju sudah ada pekerja sosial yang berperan untuk menghimbur pasien dan keluarganya, karena mereka perlu dukungan sosial," pungkasnya.