Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengingatkan alasan dibuatnya batasan masa jabatan presiden dan wapres. Menurutnya, ada alasan historis dan filosofis di balik pembuatan aturan itu.
"Filosofinya dulu kita membangun reformasi agar sesuai ide demokrasi. Demokrasi itu artinya membatasi kekuasaan, lingkupnya maupun waktunya. Waktunya kita batasi dua kali, lingkupnya kita batasi pada pembagian kekuasaan pemisahan fungsi-fungsi itu," kata Mahfud di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/2).
Pernyataan itu diberikan Mahfud saat diminta tanggapan soal wacana pencalonan kembali Wapres Jusuf Kalla (JK) sebagai cawapres di pilpres 2019. Mahfud menyebut masa jabatan dibatasi hanya dua kali dan berlaku baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
"Kalau bicara pencalonan dua kali berturut-turut itu, dua kali masa jabatan, sebenarnya sudah selesai. Pertama, dalam debat di MPR ketika membuat undang-undang dasar itu sudah dikatakan di situ baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Jadi itu sudah selesai," ujarnya.
Ia pun mencontohkan soal putusan MK terkait larangan kepala daerah menjabat lebih dari dua kali meski jabatannya diperoleh secara tidak berturut-turut. Menurutnya, jika perdebatan dilakukan terkait redaksional, maka tak akan ada habisnya.
"Sudah ada yurisprudensinya MK untuk kepala daerah itu sudah melarang lebih dari dua kali, meskipun berbeda waktu berbeda rezim. Dulu ada bupati zaman orde baru, sekarang jadi bupati lagi, lalu ingin lagi katanya, karena zaman orde baru sudah jauh. Kita larang dulu waktu saya di MK," ucap Mahfud.
"Makanya saya katakan, kalau berdebat dari sudut redaksional, sudut bahasa tidak selesai-selesai. Semua punya alasan, tergantung siapa yang berkuasa. Kan kurang bagus," sambungnya.
Mahfud tak membantah jika kalimat di Pasal 7 UUD 1945 memang tidak menjelaskan secara spesifik apakah dua kali masa jabatan yang dimaksud secara berturut-turut atau tidak. Ia meminta semua pihak kembali ke esensi demokrasi soal pembatasan kekuasaan.
"Tidak dikatakan berturut-turut, tapi tidak lebih dari dua kali. Lalu sekarang Anda mau mencoba menafsirkannya berturut-turut. Menurut saya kita kembali ke esensi demokrasi. Diadakan alternatif-alternatif baru, karena kalau begitu nanti kan Pak SBY boleh calon dong, yakan. Dan itu bisa, ya bagus juga itu hak dia, tapi kenapa kita tidak berpikir ke filosofis, kenapa kita dulu mereformasi kemudian historis," ujar Mahfud.
Sebelumnya, wacana JK kembali berduet dengan Presiden Joko Jokowi dalam pilpres 2019 mencuat usai PDIP mengumumkan dukungan terhadap Jokowi sebagai capres. Wacana itu pertama kali terbuka saat Menko PMK Puan Maharani ditanya soal kemungkinan duet Jokowi-JK di pilpres 2019.
"Ya ini kan juga menjadi satu kajian. Karena kan kalau kita lihat UU Pemilu, bahkan apa yang menjadi pembahasan di KPU sekarang saja walaupun sudah ada secara hitam putihnya tapi implementasi konkret di lapangannya juga ini kan masih diubah-ubah," kata Puan kepada wartawan di arena Rakernas PDIP di Hotel Grand Inna Bali Beach, Denpasar, Bali Minggu (25/2) kemarin. (dtc)