Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mabes Polri belum memberikan tanggapan terkait pernyataan Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto soal kasus bisa disetop bila duit diduga hasil korupsi dikembalikan. Pihak Polri akan lebih dulu meminta penjelasan Kabareskrim.
"Nanti saya cek ke Pak Kabareskrim dulu klarifikasinya seperti apa dan pernyataan beliau seperti apa," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018).
Jawaban ini disampaikan Setyo terkait pernyataan Kabareskrim dalam sambutannya saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH). Kabareskrim saat itu berbicara mengenai penanganan kasus dugaan korupsi.
"Kami pun sudah mengeluarkan STR (surat telegram rahasia) jajaran kalau masih penyelidikan, kemudian si tersangka mengembalikan uangnya. Kta lihat persoalan ini mungkin tidak akan kita lanjutkan kepada penyidikan," kata Ari Dono di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2).
Opsi tersebut, menurutnya, muncul karena beban anggaran yang besar untuk penyidikan kasus korupsi. Biaya penanganan ini, menurut Kabareskrim, kadang tidak sebanding dengan uang diduga hasil korupsi yang diselidiki.
"Kalau yang dikorupsi Rp 100 juta kan negara tekor, penyidikan segitu. Nanti penuntutan berapa lagi? Peradilan sampai dengan masa pemidanaan. Kalau semua jalan penegakan hukum seperti ini sementara kerugian negara akibat korupsi hari ini di bawah Rp 200 juta, maka negara akan semakin rugi karena ada penegakan hukum seperti ini," sambungnya.
Soal pernyataan pengembalian uang ini, Setyo sependapat karena kembalinya uang korupsi ke kas negara tidak menambah beban anggaran penyidikan korupsi di kepolisian.
"Menurut saya, logikanya benar. Karena indeks satu kasus ratusan juta untuk mengembalikan dana ke negara, sementara kita dapat Rp 200 juta tapi mengeluarkannya Rp 300 juta berarti tekor. Tapi saya akan klarifikasi lagi ke Kabareskrim pendapat beliau seperti apa," jelas dia.
Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH), di antaranya Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri ini menekankan koordinasi dalam penegakan hukum.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo menuturkan latar belakang pentingnya MoU dan PKS ini di samping mandat dari Pasal 385 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Negara, juga agar tidak terjadi kegamangan penyelenggara pemerintah daerah dalam bertindak.
"Karena takut tersangkut pidana atau dicari-cari kesalahannya untuk dipidana sehingga pembangunan daerah dapat berjalan efektif," sambung Mendagri.
Mendagri berharap PKS ini dapat segera diimplementasikan di jajaran kewilayahan sehingga target pembangunan di daerah dapat tercapai.
"Prinsipinya, semua laporan masyarakat mesti ditindaklanjuti oleh APIP dan APH sepanjang data identitas nama dan alamat pelapor serta laporan dugaan tindak pidana korupsi dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan/pendukung berupa dokumen yang terang dan jelas," ujar Mendagri.
Hal-hal strategis yang diatur terkait penanganan aduan adalah batasan laporan yang berindikasi administrasi dan pidana. Laporan yang berindikasi administrasi, menurut Mendagri, berkategori tidak terdapat kerugian keuangan negara/daerah.
Apabila terdapat kerugian keuangan negara/daerah tapi telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK, hal tersebut tetap pada indikasi administrasi."Termasuk diskresi sepanjang terpenuhi tujuan dan syarat syarat digunakannya diskresi sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik," kata Mendagri. (dtc)