Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sidang kasus penganiayaan terhadap Guru Agama Islam di SMA Diponegoro Kisaran, Ahmad Zailani Butar butar oleh oknum perwira polisi AKP EP dI PN Kisaran Senin (05/03/2018) menyedot perhatian masyarakat. Termasuk ICMI Muda Asahan yang berharap agar penegakan hukum benar-benar diterapkan tanpa adanya diskriminasi terhadap seluruh warga negara.
Status tahanan Kota yang disandangkan kepada terdakwa AKP EP menurut Ketua ICMI Muda Asahan Hadi Rafitra Hasibuan,MA merupakan bentuk keistimewaan. Apalagi tindakan yang dilakukan AKP EP tidak hanya merusak mental dan fisik korban, namun juga memperburuk citra pendidikan khususnya bagi para pendidik.
"Jangan sampai ada guru yang dimaki, dihina bahkan dikasari fisiknya seperti yang dilakukan EP terhadap Ahmad Zailani. Permasalahan ini bukan Polri versus Guru, namun arogansi oknum EP terhadap pendidik khususnya pendidik agama Islam yang bertujuan membina akhlak siswanya,"ujar Hadi kepada wartawan Selasa (6/3/2018).
Oleh karenanya Hadi pun meminta masalah yang menimpa Ahmad Zailani agar diselesaikan sesuai hukum dan peraturan yang berlaku. Sebagai cendikiawan, ICMI Muda Asahan meminta Kompolnas, Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk menyoroti permasalahan ini secara jernih, tuntas dan jelas. Karena dikhawatirkan keberpihakan dan intervensi yang mengganggu penegakan hukum dapat terjadi dalam penanganan kasus tersebut. Apalagi dalam perjalanannya, patut diduga adanya penggiringan penerapan pasal yang menjerat terdakwa yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya dan justru meringankan terdakwa.
Dalam kesempatan tersebut Hadi juga berharap kepada pihak eksekutif dan Legislatif di Kabupaten Asahan agar lebih intens mewujudkan jargon Pemkab Asahan, Religius, Cerdas dan Mandiri.
"Termasuk juga memperjelas Peraturan perlindungan anak, guru atau dosen atau tenaga pendidik lainnya," ujarnya.
Sementara itu Koordinator LADUI MUI Asahan H Nummat Adham Nasution berharap majelis hakim jeli melihat dan mendengar fakta-fakta persidangan. Karena berdasarkan keterangan saksi korban dan saksi-saksi yang melihat kejadian dilapangan terdakwa AKP EP diduga melakukan penganiayaan bersama putrinya PSH dan di depan umum yakni di SMA Diponegoro Kisaran. Namun pasal yang diterapkan untuk terdakwa bukan Pasal 170 (1) KUHPidana melainkan Pasal 351 (1) KUHPidana.
"Kita heran kenapa Pasal yang diterapkan Pasal 351 yang dibacakan Jaksa. Karena faktanya saat terdakwa AKP EP mencekik dan menyeret Guru Agama Islam putrinya PSH menunjang-nunjang guru tersebut. Kita berharap Majelis Hakim nantinya melihat fakta-fakta kejadian yang sebenarnya,"ujar Nummat Adham Nasution.
Ketua bidang Advokasi dan perlindungan hukum PGRI Kabupaten Asahan (Koordinator Lapangan Aksi Solidaritas) mengatakan PGRI Kabupaten Asahan sangat menyesalkan tindakan orang tua siswa yang main ancam bahkan sampai melakukan tindakan kekerasan kepada guru dengan menganggarkan dirinya sebagai anggota Polri. Tindakan ini juga sdh merusak nama baik institusi Polri sbg lembaga penegak hukum. Ia berharap agar Kapolda Sumut Irjend Paulus Waterpaw menindak anggota Polri arogan tersebut karena diduga sudah melanggar kode etik sebagai anggota Polri. Dan sebaiknya hakim dpt memutuskan sidang ini sesuai dengan norma hukum yang berlaku tanpa ada intervensi dari pihak-pihak yg berusahan untuk mempengaruhi independensi hakim.