Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Setahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Belanda belum sepenuhnya angkat kaki dari wilayah Indonesia. Menjelang akhir tahun 1946 Belanda justru memblokade daerah-daerah yang masuk wilayah Indonesia.
Hubungan antar wilayah pun terputus, termasuk koneksi antara Indonesia dengan negara tetangga diblokade juga oleh Belanda. Blokade itu menjadi tantangan berat bagi pemerintah Indonesia, khususnya Angkatan Udara yang baru saja dibentuk pada 9 April 1946.
Satu-satunya jalan untuk menembus blokade itu adalah melalui udara menggunakan pesawat. Sayangnya pesawat-pesawat peninggalan Jepang yang saat itu digunakan AURI kemampuannya terbatas karena hanya bermotor tunggal. Ketika itu AURI belum memiliki pesawat-pesawat terbang angkut jarak jauh seperti C-47 Dakota dan PBY Catalina.
"Kebutuhan akan sarana udara tersebut sudah sangat mendesak dan harus segera terlaksana," tulis Adityawarman Suryadarma dalam buku berjudul, "Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma" yang dikutip detikcom, Kamis (8/3/2018).
Pada suatu ketika di bulan Juni 1948, Presiden Sukarno berkunjung ke Sumatera. Selama satu bulan Bung Karno berkeliling pulau Suwarnabhumi itu. Sebelum berangkat, Komodor Suryadarma Kepala Staf Angkatan Udara ketika itu berpesan ke Bung Karno agar menggunakan kunjungan itu sekaligus untuk menggalang dana untuk membeli pesawat C-47 Dakota untuk AURI. Bung Karno setuju.
Ada beberapa alasan penggalangan dana untuk pembelian pesawat dilakukan di Sumatera. Pertama, pulau Sumatera memiliki kekayaan yang melimpah. Kedua, pertimbangan bahwa saat itu blokade Belanda atas wilayah Indonesia cukup ketat. Ketiga, Pulau Sumatera letak geografisnya sangat strategis untuk melakukan perdagangan dengan negara tetangga.
"Belanda sulit memblokade wilayah Sumatera," kata Adityawarman.
Pencarian dana pun dilakukan dengan target di Lampung, Bengkulu, Jambi, Pekanbaru, Bukittinggi dan Aceh. Kurang lebih satu bulan Bung Karno keliling Sumatera, berpidato membangkitkan semangat rakyat untuk membangun kekuatan Angkatan Udara.
Bung Karno yang terkenal piawai dalam berpidato berhasil membakar semangat warga agar mau menyumbangkan dana untuk membeli pesawat Dacota C-47. Tak hanya Bung Karno, Gubernur Aceh dan Gubernur Militer waktu itu Abu Daud Beureueh juga turut membakar semangat warga di Tanah Rencong.
Salah satu saksi sejarah tentang penggalangan dana kala itu, Sadang menceritakan momen Daud Beureueh menggalang dana untuk AU. Kakek Sandang masih ingat betul ketika dirinya menghadiri ceramah tersebut. Pada awal pidato, Daud mengungkapkan pertemuan Presiden Sukarno dengan dirinya di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Usai pidato, seluruh ulama di Aceh Jaya dikumpulkan. Daud Beureueh bermusyawarah dengan ulama cara mengumpulkan uang untuk membeli pesawat.
"Di sini ada satu ulama yang sangat terkenal yaitu Abu Sabang (Muhammad Idarus). Warga di sini, semua dengar apa yang dibilang sama Abu Sabang. Kalau Abu bilang kita kumpulkan uang untuk beli pesawat, semua ikut menyumbang," kata Sandang saat ditemui di rumahnya di Desa Lhuet, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, Aceh, Selasa (6/7/2018).
Rakyat Aceh kemudian membentuk sebuah kelompok panitia dengan nama Panitia Dana Dakota yang diketuai Juned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsyi. Dalam waktu dua hari berhasil terkumpul dana sebanyak 130.000 Straits Dollar.
Setelah dana terkumpul, misi pembelian pesawat pun dilakukan. Suryadarma menunjuk Kepala Biro Rencana dan Konstruksi Wiweko yang memang ahli dalam bidang teknik pesawat terbang untuk memimpin proses pembelian. Maka, pada 3 Agustus 1948 Wiweko berangkat ke Rangoon, Burma untuk membeli pesawat C-47 dakota. Dia berangkat melalui Kutaraja, Aceh.
Pada Oktober 1948, sebuah pesawat C-47 Dakota dengan nomor registrasi VR-HEC diterbangkan ke lapangan terbang Maguwo di Yogyakarta. AURI untuk pertamakalinya memiliki pesawat sendiri dari hasil patungan warga Sumatera. Pesawat kemudian diberi nomor registrasi RI-001.
Sebagai bentuk penghormatan dan rasa terima kasih terhadap rakyat Aceh, pesawat dengan nomor registrasi RI-001 itu diberi nama, Seulawah yang dalam bahasa Aceh berarti Gunung Emas.
"Kehadiran Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan Jawa-Sumatera, bahkan hingga ke luar negeri," papar Adityawarman. (dtc)