Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pendiri Yayasan Alusi Tao Toba (YATT), Togu Simorangkir mengaku sangat sulit mendapatkan relawan di Sumatera Utara (Sumut).
Saat sharing pengalaman dengan sejumlah mahasiswa USU di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Jumat (9/3/2018), selama 9 tahun hadir di Kawasan Danau Toba, bukan tidak banyak orang yang tertarik dengan aktivitas yang kami lakukan.
Ia mengatakan sebagian besar ada yang menawarkan dirinya, tapi setelah tahu bekerja di sana tidak digaji, mereka mundur satu per satu. "Itu kesulitan kami. Selama ini relawan yang bekerja di YATT adalah orang-orang yang benar-benar terpanggil untuk membangun masyarakat di kawasan Danau Toba," jelasnya.
"Kalau mau cari uang, jelas kita tak sejalan. Tapi kalau niat membangun Danau Toba di sinilah tempatnya," kata Togu.
Ditambahkan Togu, kami sekarang sudah punya 7 sopo belajar (perpustakaan) dan satu buah kapal belajar. Masing-masing sopo belajar ada kordinatornya. Begitu juga dengan kapal belajar ada kaptennya. Mereka tidak digaji, karena kami memang tak punya uang.
"Selama ini kami mendapat dana lewat penggalangan dana publik. Yakni dengan menggelar sejumlah kegiatan yang bisa menarik perhatian publik. Seperti pada 2015 aku berenang dari Onanrunggu ke Balige dengan jarak 18 km. Dari kegiatan itu dana terkumpul ratusan juta. Itulah yang digunakan untuk pengadaan kapal belajar," ujarnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan kembali menggalang dana publik dengan menggelar kegiatan jalan kaki sepanjang 25 km.
"Pernah ada seorang yang mau bergabung. Tapi katanya nanti setelah ia menamatkan kuliahnya dulu. Saya bilang kalau mau bergabung jangan tunda-tunda, nanti di tengah jalan bisa berubah dan waktu pun habis. Kalau mau kuliah ya kuliah saja dulu."
Lanjut Togu, mahasiswa itu semangatnya tinggi tapi untuk hal-hal kecil sering abai. Misalnya pernah ada mahasiswa yang menggebu-gebu ingin jadi relawan di Papua. Lalu ia menanyakan mengapa harus jauh-jauh ke Papua bila halaman rumahmu saja tidak bisa kau urus?
Kemudian dia menjawab untuk mencari tantangan.
"Saya bilang kalau begitu gabung dulu ke kami di sini juga banyak tantangan. Setelah dia bergabung dia kami tugaskan ke sopo baca di Bahal-bahal. Itu adalah tempat yang paling sulit dijangkau," katanya.
Salah seorang relawan, Novita Siregar yang telah 7 tahun bergabung di YATT, mengaku menjadi relawan harus dari hati, ikhlas dan tidak berharap bayaran.
"Selama di YATT saya baru merasakan uang Rp 200.000 cukup untuk belanja saya sebulan. Padahal kalau saya di Medan, satu hari saja habis. Itu adalah pelajaran yang paling berharga bagi saya selama menjadi relawan," pungkasnya.