Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. KPK menyebut warga di Maluku Utara (Malut) sudah sangat kesal dengan praktik tindak pidana korupsi di wilayah tersebut. Bahkan, pimpinan KPK sampai disuruh pulang warga saat menyambangi Malut.
"Pimpinan kan ada 2 ke sana, bertiga malah kita pernah ke sana. Ada Pak Laode, saya, Bu Basaria. Selalu kalau sampai di sana kita pasti disuruh pulang, dimarah-marahin. Tapi kan kita nggak bisa. Harus ngumpul bukti yang perlu kita selesaikan," ungkap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/3/2018).
Akhirnya, KPK mengumumkan penetapan Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka pada hari ini. Calon Gubernur Malut itu diduga melakukan korupsi proyek fiktif pembebasan lahan Bandara Bobong bersama adiknya, Zainal Mus yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula 2009-2014.
Menurut Saut, ada kasus lain yang melibatkan Ahmad yaitu terkait pembangunan masjid di Sula senilai Rp 25 miliar. Perkara itu pun sudah berlangsung sampai persidangan tetapi Ahmad divonis bebas.
"Yang menyangkut pembangunan rumah ibadah itu kan tadinya kita mau ambil alih, tapi tidak jadi. Jadi ditangani sana. Kemudian diputus seperti apa, kita juga tahu," tuturnya.
Tentang pengusiran warga itu, Wakil Ketua KPK lainnya, Laode M Syarif, menyebut hal itu adalah kekesalan warga karena banyak kasus yang tak terungkap dengan baik. Pada akhirnya, menurut Syarif, warga pun kesal.
"Bahkan mereka bilang sudahlah, percuma, kau pulang saja. Maksudnya saking kesalnya warga setempat ke yang bersangkutan. Jadi ini sudah kasus lama, bukan orang tertentu atau menghalangi kesempatan beliau jadi gubernur. Ini kasus yang lama," kata Syarif.
Ahmad Hidayat Mus selaku Bupati Kepulauan Sula 2015-2010 ditetapkan sebagai tersangka bersama adiknya, Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula 2009-2014. Mereka diduga melakukan korupsi dengan modus pengadaan proyek fiktif, yaitu pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula 2009.
KPK menyebut proyek pembebasan lahan bandara itu fiktif. Namun anggaran untuk proyek tersebut sudah dicairkan, yang kemudian dikorupsi keduanya. Dugaan kerugian negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK sebesar Rp 3,4 miliar sesuai jumlah pencairan SP2D kas daerah.
Senilai Rp 1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal Mus sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah, dan senilai Rp 850 juta diterima oleh Ahmad melalui pihak lain untuk menyamarkan, sedangkan sisanya mengalir ke pihak lain. (dtc)