Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Ahli hukum keuangan yang dihadirkan Setya Novanto, Dian Puji Simatupang, mengatakan hakim dapat menyatakan berapa nilai kerugian keuangan negara suatu kasus korupsi. Pendapat Dian didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016.
Apabila dalam persidangan ternyata hakim berpendapat lain apa yang dirumuskan ahli tentang kerugian negara dalam persidangan kemudian berbeda dengan apa yang dihitung oleh hakim.
Mana yang digunakan, kerugian yang dihitung hakim atau yang disampaikan ahli dalam persidangan?" tanya jaksa KPK kepada Dian dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (19/3/2018). "Itulah makanya di angka 4 SEMA 4 tahun 2016 di kalimat terakhir kan dikembalikan kepada majelis yang mulia untuk menilai dan menetapkannya.
Pada hakikatnya secara teori yang mulia majelis ketika menghitung itu menggunakan rasionalitas, sepanjang yang mulia yakin tapi tentu pasti yang mulia punya rasionalitas dalam penilaiannya," jawab Dian. Jaksa kemudian menanyakan apakah hal tersebut bisa dilakukan jika hakim mengambil kerugian negara yang dihitung oleh ahli dari lembaga selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya hal itu bisa saja dilakukan.
"Apabila dalam persidangan itu ahli bukan dr BPK, namun menyebut kerugian negara kemudian itu diambil oleh hakim apakah itu bertentangan dengan SEMA?" tanya jaksa. "Kalau SEMA justru tidak bertentangan karena di kalimat terakhir menyebut dikembalikan kepada yang mulia untuk menetapkan kerugian negara berdasarkan fakta di persidangan," ucap Dian.
Selain itu, Dian juga menyatakan harusnya ada aturan yang menjelaskan soal kewenangan lembaga selain BPK, seperti BPKP untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara. Menurutnya harus dibuat undang-undang untuk mengatur hal itu. Ia juga menjelaskan kerugian keuangan negara dapat disebabkan oleh hal administratif seperti salah kira terhadap undang-undang dan aturan lainnya.
Namun, kerugian keuangan negara bisa masuk ranah pidana jika ada unsur kecurangan atau suap sebagai penyebab kerugian keuangan negara. Sebelumnya, KPK menyebut kerugian keuangan negara terkait korupsi proyek e-KTP senilai Rp 2,3 triliun. Hitungan itu dibenarkan oleh auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi.
"Kami lakukan (penghitungan kerugian keuangan negara) atas permintaan penyidik KPK atas kasus e-KTP," ujar Suaedi saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (12/3) lalu. Menurut Suaedi, penghitungan dilakukan dengan menelisik unsur-unsur terkait pengadaan proyek itu. Dia menyebut unsur-unsur yang diperhatikan meliputi pengadaan blangko e-KTP hingga gaji pendamping di tingkat kecamatan dan kota.dtc