Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Bandung. Banjir bandang yang terjadi di wilayah timur Kota Bandung kemarin merupakan imbas kondisi kawasan Bandung Utara (KBU) yang kian mengkhawatirkan. Vegetasi di KBU yang beralih fungsi menjadi faktor utama bencana alam tersebut.
Pakar Hidrologi dan Lingkungan Universitas Padjadjaran (Unpad) Chay Asdak mengatakan banjir bandang yang terjadi ini sudah diprediksi sejak 10 tahun terakhir. Apalagi pengalihan fungsi lahan masif terjadi di KBU beberapa tahun terakhir.
"Ini refleksi dari kekhawatiran kita 10 tahun lalu. KBU tidak ditangani dengan serius mulai ujung barat di Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Sumedang," kata Asdak saat dihubungi via telepon genggam, Rabu (21/3/2018).
Ia menuturkan hujan yang turun saat banjir bandang terjadi padahal tidak begitu besar dan berlangsung sebentar. Namun, sambung dia, akibat wilayah serapan air yang semakin kritis membuat air terus turun dari atas menuju wilayah Kota Bandung.
Menurutnya yang lebih mengkhawatirkan tidak hanya air saja, namun juga disertai lumpur. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi longsoran tanah akibat vegetasi yang sudah beralih fungsi menjadi perumahan dan bangunan lainnya.
"Banjir kemarin tidak hanya besar tapi bercampur lumpur. Itu membuktikan bahwa itu ada longsoran dari atas. Ini akibat landscapenya terganggu, semula daerah vegetasi, tapi terjadi alih fungsi lahan tidak mengindahkan kaidah konservasi air dan tanah," tutur dia.
Kondisi ini diperparah dengan sistem drainase di Kota Bandung yang tidak memadai. Menurutnya hanya 30 jalanan di Kota Bandung yang memiliki drainase. Sehingga, sambung dia, tidak ada jalan air kiriman dari wilayah KBU.
"Drainase di Kota Bandung sangat memprihatinkan, hanya kurang 30 persen yang ada drainase jalannya. Gang-gang jadi jalannya air," ungkap dia.
Perizinan Pembangunan di KBU Longgar
Pemerintah Provinsi Jabar melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) mengeluarkan 54 rekomendasi teknik permohonan izin pembangunan di KBU. Rinciannya 35 izin hotel atau apartemen dan 19 tempat tinggal.
Asdak menilai 'obral' rekomendasi yang dilakukan Pemprov Jabar menjadi salah satu penyebab alih fungsi masif di KBU. Padahal, sambung dia, kawasan tersebut sudah jelas-jelas merupakan wilayah konservasi.
"Pemerintah longgar dalam memberikan rekomendasi kepada pengembang khususnya di KBU. Ini harus jadi perhatian," kata dia.
Menurutnya langkah yang harus dilakukan pemerintah saat ini yaitu memperketat perizinan. Bila yang sudah terlanjur diberikan izin, pemerintah harus mewajibkan pengembang untuk membuat kolam retensi dan penghijauan kembali.
"Bagi yang sudah diberi izin, harus punya kolam retensi dan digiatkan lagi RTH, jangan hanya biopori," kata Asdak. (dtc)