Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebutkan pembagian sertifikat belum berdampak dalam menekan konflik agraria yang terus meningkat tiap tahunnya. Ia menyebutkan pemerintah masih perlu menindaklanjuti pengembangan ekonomi pemberdayaan masyarakat guna melakukan reforma agraria.
"Konflik agraria yang terjadi selama ini terjadi adalah masyarakat melawan korporasi. Harusnya pembagian sertifikat diikuti dengan program reformasi agraria," ujarnya, Jumat (23/3).
Selain itu, ia melanjutkan, pembagian sertifikat harus memprioritaskan petani penggarap. Sebab konflik agraria selama ini banyak terjadi antara petani penggarap melawan korporasi besar. Penegakan hukum yang dilakukan pemerintah juga masih bersifat otoritatif.
Menurutnya pembagian sertifikat yang gencar dilakukan Presiden Joko Widodo baru merupakan langkah awal. Jika pemerintah bertekad untuk memperbaiki penataan agraria maka harus dilanjutkan dengan program ekonomi pemberdayaan masyarakat sehingga produktivitas dan keterikatan antara pemilik sertifikat dengan pemiliknya tidak terputus.
Selain itu tumpang tindih peraturan masih mengancam kepemilikan tanah oleh petani penggarap. KPA menghitung sekitar 33.000 bidang tanah hutan sudah menjadi pemukiman, kampung, bahkan desa. Wilayah ini harusnya dilepaskan statusnya sebagai hutan.
"Lahan yang digarap ini bisa lepas lagi jika masyarakat tidak memiliki kemampuan mengolah tanah. Selama ini masih ada kok lokasi-lokasi yang memiliki modal sosial, seperti koperasi tani, masyarakat adat, dan lainnya," imbuhnya.
Catatan KPA menyebutkan pada 2017 lalu, konflik agraria tercapat 659 kejadian dengan luas lahan 520.491,87 hektare dan melibatkan sebanyak 652.738 kepala keluarga (KK).
Sebelumnya, aktivis kehutanan Tosca Santoso menyebut, Presiden Jokowi pernah menargetkan 12,7 juta hektare hutan negara untuk perhutanan sosial. Tetapi target itu dianggap terlalu ambisius, sehingga Januari 2018 lalu Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Siti Nurbaya mengumumkan target yang lebih mungkin dicapai: sampai 2019, sebanyak 4,3-5,1 juta ha hutan negara akan diberikan kepada petani.
Kalau di akhir masa kepemimpinannya 2019 nanti, 5 juta hektare berhasil dibagikan untuk perhutanan sosial, ia melanjutkan, itu kira kira 2,5 juta keluarga tani mendapat akses lahan. Jumlah keluarga tani bisa lebih banyak, mengingat tak semua mendapatkan 2 hektare per keluarga. "Ini capaian yang luar biasa untuk mengubah penguasaan lahan di desa; dan meningkatkan kesejahteraan petani," ujar Santoso.(dtc)