Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Buku "Indonesia Tidak Hadir di Bumi Manusia" karya Max Lane, dibedah oleh anak-anak muda di Literacy Coffee, Jalan Jati II No I Teladan Timur Medan, Sabtu sore (24/3/2018). Diskusi yang dimoderatori wartawan Analisa Dedy Hutajulu ini, dihadiri puluhan anak-anak muda yang sebagian besar mahasiswa jurusan sejarah.
Fasilitator diskusi, Jhon Fawer Siahaan menyebut, topik ini disepakati karena konteksnya sesuai dengan kondisi Indonesia sekarang ini.
"Pemikiran-pemikiran Pramoedya AnantaToer, sekarang ini relevan dengan kondisi sekarang di tanah air dimana masalah-masalah menyangkut national state terus bermunculan," kata Jhon.
Dian Purba salah seorang pembicara memaparkan, dalam buku itu Pram memang tidak menghadirkan Indonesia. Karena sejak awal ia memang tidak sepakat dengan istilah Indonesia yang disematkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pram lebih sepakat dengan kata Nusantara. Tapi bukan berarti Pram tidak sepakat dengan keindonesiaan. Pram hanya melihat dari konteks yang berbeda.
"Dari buku ini akan semakin terlihat bahwa Pram itu pemikir yang universal.Pemikirannya terekonstruksi berdasarkan keberpihakannya atas persoalan-persoalan kemanusiaan yang ia saksikan setiap hari. Karyanya semakin menarik karena minatnya yang tinggi tentang sejarah. Pada aspek itu sukar dibayangkan Pram sebagai penulis 'kiri' atau komunis," tutur Dian.
"Saya sepakat dengan Ajip Rosidi yang menilai Pram bukan penulis komunis karena hampir semua karyanya berbeda dengan karya-karya kelompok penulis komunis yang biasa berakhir happy ending. Justru karya Pram hampir semua tokohnya berakhir tragis. Itu dapat dilihat dari karya tetralogi Pram," tutur Dian.
Ditambahkan Dian, menurut Max Lane, konsep nation menurut Pram dilihat dari interaksi masyarakatnya tentang suatu bentuk konsep kebangsaan. Tidak terbentuk serta merta.
Roy Martin Simamora pembicara lainnya, lebih menyoroti tema-tema gender yang banyak dibahas Pram. Salah satunya misalnya dalam "Perempuan Remaja dalam Cengkraman Militer". Itu adalah keberpihakan Pram tentang kemanusiaan khususnya perempuan. Demikian juga kisah Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia.
Pram adalah pemikir dan penulis yang berpihak pada kemanusiaan. Apa yang ditulis Max Lane adalah upaya membongkar Pram meski usaha itu kurang berhasil. Karena buku itu tidak memberikan pandangan yang baru tentang sosok Pram.
J Anto salah seorang peserta menanggapi diskusi itu sebagai sesuatu yang harus digiring dalam konteks sekarang. Harus dilihat bahwa pemikiran Pram itu semakin penting sekarang ini. "Pemikiran Pram harus dikontekstualkan di masa ini. Menurut saya itu penting karena karya-karya Pram akan membuat anak-anak muda semakin mengenal sejarah dan bangsanya," kata J Anto.