Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Magelang. Lebih dari 5.000 umat Tridharma (Konghucu, Buddha, Tao) dari seluruh Indonesia memenuhi jalanan Kota Magelang, Minggu (25/3/2018). Mereka mengikuti kirab "Ritual & Budaya Ruwat Bumi Magelang 2018" yang sekaligus rangkaian Taoist Day dan Hari Lahir Nabi Lau Tse.
"Ruwat bumi ini kita laksanakan dengan kirab mengelilingi Kota Magelang. Tujuannya meminta kepada dewa bumi supaya manusia sejahtera. Tidak hanya umat Tridharma saja, namun seluruh umat manusia," jelas Pembina TITD Liong Hok Bio Kota Magelang, David Herman Jaya, di sela karnaval, Minggu (25/3/2018).
David menambahkan, kegiatan sudah diawali dengan ritual pagi tadi pukul 07.00 WIB. Dilanjutkan dengan peresmian Kelenteng Liong Hok Bio yang baru saja dipugar dan telah berusia 154 tahun, oleh Sekjen Kementerian Agama.
"Dilanjutkan kirab ini yang diikuti oleh 57 kota/kabupaten di Indonesia dengan jumlah peserta sekitar 5700 orang," kata David yang juga menjabat Ketua DPD Walubi Jawa Tengah itu.
Dalam kirab tersebut, masing-masing kota membawa tandu berisi dewa-dewi dari setiap kelenteng di daerah mereka. Tandu-tandu itu kemudian dikirab berkeliling mulai dari Kelenteng Liong Hok Bio, sepanjang Jalan Pemuda, Jalan Tentara Pelajar, dan kembali ke kelenteng Liong Hok Bio.
A
da sekitar 9 kesenian lokal yang dilibatkan dalam kirab hari ini. Mulai dari reog, topeng ireng, jathilan, dan lainnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Nur Syam menambahkan, kirab dalam rangka ruwat bumi merupakan penanda bahwa manusia akan merawat bumi dengan sebaik-baiknya.
"Dengan demikian, diharapkan, bumi juga bisa memberikan segala hal terkait apa yang kita lakukan dan kita butuhkan," kata Nur Syam.
Adapun pelaksanaan upacara maupun ritual yang dilakukan oleh umat Tridharma, lanjutnya, juga merupakan indikasi bahwa Indonesia adalah contoh dari kerukunan umat beragama.
Kirab ruwat Bumi memperingati Taoist dayKirab ruwat Bumi memperingati Taoist day Foto: Pertiwi/detikcom
"Kerukunan dan harmoni adalah hal yang tidak terpisahkan. Kebhinekaan adalah bagian tak terpisahkan dari umat manusia, termasuk di Indonesia. Tidak ada makhluk tunggal, tapi beraneka ragam. Setiap agama mengajarkan mengenai kerukunan, keharmonisan, dan keselamatan," terangnya.
Nur juga berharap, ke depan, tidak ada lagi gerakan ekstrim, pemaksaan kehendak dari umat agama satu dan lainnya. "Karena semua agama tentu mengajarkan kita untuk tidak saling memaksa satu sama lain," katanya. (dtc)