Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Ketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menyebut pemerintahan Joko Widodo saat ini melawan sistem ekonomi neoliberalisme. Waketum Gerindra Fadli Zon menyebut Ma'ruf tak memiliki kapabilitas berbicara soal ekonomi.
"Kita kalau itu bisa berdebat tentang neolib, kita pada keahlian masing-masinglah. Kalau keahliannya di bidang ekonomi, mari berdebat," kata Fadli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Fadli pun menolak pembelaan dari M'aruf. Dia sependapat dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto, yang mengatakan Indonesia menganut paham neoliberal.
Fadli mencontohkan salah satu implementasi Jokowi dalam paham neoliberal, yakni melalui pendanaan besar-besaran untuk menyambut IMF dan World Bank pada Oktober mendatang.
"Neolib itu kan sudah jelas, ini kebijakan-kebijakan neolib. Bahkan biangnya neolib itu IMF sama World Bank akan menjadi tamu akan dibiayai hampir 1 triliun rupiah di bulan Oktober," ujarnya.
"Dijamu besar-besaran, padahal itu institusi yang menurut saya termasuk menghancurkan ekonomi Indonesia 20 tahun lalu saat krisis. Kalau bukan neolib, apa namanya," imbuh Fadli.
Fadli pun menepis isu yang menyebut ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, sebagai penganut ekonomi neoliberalisme. Menurutnya, meskipun Sumitro memiliki asosiasi dengan pemerintahan Orde Baru, tak berarti ia berpaham neoliberal.
"Salah besar. Pak Mitro itu Keynesian Economic. Beliau itu sudah menjadi Menteri Keuangan di zaman Bung Karno," ucap Wakil Ketua DPR itu.
"Pak Mitro ekonominya adalah ekonomi politik. Ekonomi yang strukturalis, bukan ekonomi kapitalis liberal. Dan ada keberpihakan terutama kepada yang lemah sehingga diperlukan semacam affirmative action kepada UMKM, petani, dan sebagainya," imbuh Fadli.Prabowo saat berpidato di Gedung Serbaguna Istana Kana Cikampek, Sabtu (31/3) lalu, bicara soal sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Dikatakan Prabowo, saat menjadi bagian dari rezim Orde Baru, ia sempat tertarik pada paham neoliberal. Hal itu terjadi saat dirinya masih tergabung dengan Partai Golkar. (dtc)