Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Managing Director PT Rohde and Schwarz, Erwin Arief, bungkam setelah diperiksa KPK. Dia diperiksa terkait tersangka anggota Komisi III DPR Fayakhun Andriadi.
Erwin keluar setelah diperiksa KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/4/2018) sekitar pukul 19.00 WIB. Dia bungkam saat ditanya soal kebenaran tangkapan layar percakapan antara dirinya dan Fayakhun.
Dia lalu berjalan cepat menuju pintu keluar KPK. Erwin masuk ke mobil BMW hitam berpelat nomor B-1672-SSI dan meluncur menjauhi gedung KPK.
Menurut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Erwin diperiksa terkait dugaan komunikasi dalam usulan penganggaran proyek di Bakamla.
"Penyidik mendalami terkait peran tersangka dalam usulan penganggaran pengadaan satellite monitoring di Bakamla RI. PT Rohde and Schwardz merupakan supplier Bakamla dalam pengadaan tersebut. Diduga ada komunikasi para pihak dalam usulan penganggaran tersebut," ujar Febri memberi konfirmasi.
Dalam persidangan dengan terdakwa Nofel Hasan (mantan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla), jaksa pada KPK menyebut peran Erwin sebagai perantara komunikasi dari Fayakhun ke Fahmi Darmawansyah (mantan Direktur PT Melati Technofo Indonesia/pemenang proyek di Bakamla).
Pesan Fayakhun ke Erwin diteruskan kepada mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) M Adami Okta. Kemudian, dari Adami, pesan dilanjutkan kepada Fahmi Darmawansyah.
Dari persidangan juga dibeberkan tangkapan layar percakapan pesan singkat antara Erwin dan kontak bernama Fayakhun. Namun, dalam sidang pada Rabu (31/1), Fayakhun membantah kebenaran tangkapan layar isi percakapan dengan kontak atas nama dirinya dengan Erwin Arief. Dia menyebut akun WhatsApp-nya diretas orang tak dikenal. Dia pun pernah melaporkan hal itu ke polisi.
Penetapan tersangka Fayakhun merupakan pengembangan dari kasus suap terkait tender pengadaan satellite monitoring di Bakamla. Fayakhun diduga menerima fee 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp 1,2 triliun atau senilai Rp 12 miliar. Selain itu, dia diduga menerima USD 300 ribu.Pemberian suap itu diduga KPK terkait kewenangan Fayakhun sebagai anggota DPR dalam proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P tahun anggaran 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla. (dtc)