Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Untuk mengenang kelahiran tari Serampang Dua Belas, 80 tahun lalu, sejumlah seniman di Sumatra Utara sepakat untuk memperingati Hari Tari Serampang Dua Belas, pada hari ini, Senin (9/4/2018). Hal itu dinyatakan dalam pernyataan bersama pimpinan sejumlah sanggar tari dan lembaga budaya Melayu di Sumut, antara lain Pusat Kajian Puak Melayu, Sanggar Bale Marodjahan dan Komunitas Kreatif Perbaungan yang tergabung dalam serampang duabelasfoundation.
Dalam pernyataan itu dinyatakan agar seniman/budayawan, khususnya di Sumatra Utara bersama-sama memperingati tanggal 9 April sebagai Hari Serampang Dua Belas.
Pendiri Bale Marodjahan, Matheus Suwarsono, kepada medanbisnisdaily.com, Senin (9/4/2018) menjelaskan, ikhwal pernyataan itu berdasarkan deklarasi bersama sejumlah pegiat seni di Sumatera Utara. Deklarasi itu berlangsung 27 April 2015 di eks rumah Guru Sauti di Perbaungan.
"Deklarasi itu digelar dalam rangka menyambut Hari Tari Internasional yang diperingati setiap tanggal 29 April. Moment itu direfleksikan dalam konteks Sumut, " jelasnya.
Deklarasi itu tidak hanya diikuti oleh para seniman/penari namun juga unsur pemerintah setempat. Antara lain Kadisporabudpar, Lurah Simpang Tiga Pekan, serta masyarakat Perbaungan itu sendiri. Selain menjadikan tanggal 9 April sebagai Hari Tari Serampang Dua Belas juga dideklarasikan Perbaungan sebagai Kota Serampang Dua Belas.
Tari Serampang Dua Belas untuk pertama kali dimunculkan ke publik pada 9 April 1938 oleh salah seorang maestro tari Melayu, asal Perbaungan, Sumatra Utara bernama Guru Sauti. Kala itu Guru Sauti bersama rekannya OK Adram turut ambil bagian dalam sebuah even seni bertajuk Muziek em Toneel Vereniging Andalas. Pentas seni itu berlangsung di Grand Hotel Medan, Jalan Pulau Pinang yang kini menjadi Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Mandiri.
Salah satu versi menyebut Serampang Dua Belas merupakan hasil gubahan sebuah tari masyarakat Melayu yang disebut Tari Pulau Sari. Tari Pulau Sari adalah tarian rakyat yang biasa ditampilkan sebagai tarian "adu tanding" untuk menentukan siapa yang paling lama sanggup menari. Karenanya tidak heran bila tarian itu terbilang panjang.
Oleh Guru Sauti, tarian itu digubah sedemikian rupa sehingga lebih efektif sekaligus bernilai koreografis. Ia pun memberi nama gubahannya itu sebagai tari Serampang Dua Belas.
Namun ketika tari itu ditampilkan, seorang kritikus seni Andjar Asmara, mengkritik tarian itu dengan keras. Dalam tulisannya di Surat Kabar Pewarta Deli, ia menyebut tari yang digubah Guru Sauti itu masih sama dengan Tari Pulau Sari yang menjenuhkan.
Namun Guru Sauti tak menyerah. Ia terus menerus memperbaharui gubahannya itu. Pada 1941, tarian itu kembali ditampilkan dalam sebuah pentas dana amal di Serdang. Sejak pentas kedua itu, tarian ini mulai diterima masyarakat.
Tetapi ada juga versi yang menyebut Serampang Dua Belas dulunya bernama Tari Pulau Sari yang memang diciptakan Guru Sauti. Konon nama itu dipilih karena musik pengiringnya menggunakan lagu Pulau Sari. Karena nama itu dianggap kurang menarik, pada sekitar tahun 1960, namanya pun diubah menjadi Serampang Dua Belas.
Terlepas dari beragam versi itu, yang pasti seiring hari, tarian ini terus mendapat respon positif. Tidak heran, tahun-tahun berikutnya, setiap kali ada even seni Melayu, tari Serampang Dua Belas selalu menjadi yang ditunggu-tunggu.
Kini Serampang Dua Belas menjadi salah satu tarian wajib sekaligus ikon tari dari Sumatra Utara. Tarian ini biasa digelar untuk menyambut tamu sebagai bentuk penghormatan oleh masyarakat Melayu.