Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Dalam Negeri menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat ke Sekretariat Negara. Laporan tersebut diserahkan untuk mempercepat rancangan undang-undang hukum adat.
"Apa yang dilakukan pembahasan dalam hal ini Kemendagri, yang dilakukan Dirjen Bina Desa dengan 6 kementerian/lembaga terkait. Dan kemudian hasilnya pertama kemarin diserahkan ke Mensesneg itu dalam kapasitas rumusan awal," ujar Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (16/4).
Hadi menegaskan, laporan yang diserahkan ke Setneg tersebut masih sebatas laporan dan belum berupa keputusan. Namun Kemendagri memastikan RUU Masyarakat Hukum Adat akan tetap berjalan.
"Mendagri dan jajarannya adalah tetap akan melaksanakan dan juga mendukung, menindaklanjuti pembahasan kaitannya masy hukum adat. Oleh karena itu hari ini telah diserahkan ke Mensesneg dan laporan ke Mendagri bahwa pada intinya Kemendagri melaporkan, yang pertama kemarin melaporkan," katanya.
"Yang kedua adalah sebagai komitmen di dalam menyikapi dan mempercepat proses perancangan UU masyarakat hukum adat, di mana diserahkan adalah DIM. Sehingga kami sepakat, Pak Menteri sepakat untuk melanjutkan yang tentunya ada beberapa penyesuaian," imbuhnya.
Laporan ke Setneg masih berupa tahap pertama proses pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat dan masih normatif. Laporan yang diserahkan juga berkaitan dengan substansi dari RUU tersebut.
"Ada beberapa penyesuaian-penyesuaian terhadap rancangan itu. Yang mana ditulis ada penyesuaian, ada perubahan dan selanjutnya kami serahkan nantinya dalam pembahasan di tingkat rapat terbatas dan sebagainya," ucapnya.
Sementara itu Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Nata Irawan menegaskan laporan yang diserahkan ke Setneg berupa DIM dari kementerian/lembaga terkait. Untuk itu Kemendagri melakukan penyesuaian terhadap beberapa pasal.
"Tidak serta merta apa yang diusulkan kemudian menjadi sebuah keputusan, dan ini adalah proses. Jadi di dalam DIM yang kami susun, versi Kemendagri, tentu ada pasal-pasal yang kita sesuaikan, ada pasal yang kita hapus, ada memang yang sangat tidak perlu," ungkap Nata.
Secara menyeluruh, seluruh DIM dari kementerian/lembaga terkait RUU Masyarakat Hukum Desa akan dibahas dalam rapat terbatas. Perlu atau tidaknya DIM tersebut bukan kewenangan Kemendagri.
"Nah kami di sini melihat aspek hukumnya seperti apa, sosiologisnya bagaimana, yuridisnya, empirisnya seperti apa. Kalau misalnya ketentuan seperti itu ada, diatur oleh berbagai UU, itulah yang menjadi pertimbangan dari ratas yang akan dilaksanakan mungkin oleh Mensesneg," jelas Nata.
Nata mengatakan dalam Undang-undang Desa memang tertuang hal-hal yang terkait masyarakat hukum adat. Undang-undang tersebut juga sudah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014.
"Tetapi manakala itu juga dipandang juga masih kurang, kami siap unuk menerima saran, pendapat, pertimbangan untuk lebih jauh, saya kira seperti itu," ucapnya.
Sementara itu, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat sudah tertuang juga dalam beberapa undang-undang. Undang-undang tersebut seperti UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 39 tentang Perkebunan, dan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa.
Pemerintah juga telah menerbitkan PP No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 tahun 2014 tentang desa. Selain itu beberapa kementerian seperti Kemendagri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah menerbitkan peraturan menteri terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Nata menjelaskan, meski telah banyak UU terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, namun RUU masyarakat hukum adat harus diselaraskan, diharmonisasi, dan diklarifikasi terhadap undang-undang yang ada. Nata kemudian ditanya terkait ada/tidaknya koreksi hak-hak masyarakat adat dalam undang-undang yang sudah ada di RUU tersebut. Namun dia tidak menjelaskan secara rinci.
"Jadi kita libatkan 6 kementerian/lembaga, ini kan yang mempunyai keterkaitan dengan permasalahan adat. Sehingga ada ketentuan yang nanti disempurnakan, disesuaikan, dan untuk kaitannya teknis itu hal-hal yang tidak tepat tak dimasukkan," jelas Nata.
Nantinya akan ada surat kesepakatan bersama kementerian/lembaga terkait tentang RUU tersebut. Kesepakatan tersebut hasil dari kajian normatif dan substantif.
"Kemarin baru tahap sisi normatif, kita teliti sehingga surat hari ini kita sampaikan ada pasal yang diubah, diapus, namanya DIM ya. Masalah ini mesti ada ketentuan yang lebih tinggi, yang bertentangan, itulah yang disempurnakan," tuturnya.
DPR bersama pemerintah juga sudah memutuskan RUU tentang Masyarakat Adat masuk ke dalam 50 rancangan undang-undang (RUU) yang masuk dalam program legislasi nasional 2018. RUU tersebut diinisiasi oleh DPR. RUU tentang Masyarakat Adat, dalam Prolegnas 2015-2019 tertulis: RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat. (dtc)