Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - New York - Seorang pengasuh anak di New York, Amerika Serikat (AS), dinyatakan bersalah telah membunuh dua anak majikannya yang berusia 6 tahun dan 2 tahun. Salah satu anak ditemukan tewas dengan 30 luka tusukan di tubuhnya.
Seperti dilansir AFP dan CNN, Kamis (19/4/2018), dalam sidang yang digelar pekan ini, Yoselyn Ortega (55) dinyatakan bersalah atas dua dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan dua dakwaan pembunuhan tingkat dua. Dakwaan pembunuhan tingkat pertama jauh lebih berat dari dakwaan pembunuhan tingkat dua.
Aksi keji Ortega itu dilakukan di apartemen majikannya di kawasan Upper West Side, Manhattan, New York pada 25 Oktober 2012. Dia membunuh Lucia (6) dan Leo (2) dengan sebuah pisau dapur di kamar mandi apartemen. Lucia dilaporkan memiliki 30 luka bekas tikaman di tubuh dan lehernya, yang menunjukkan bocah kecil ini melakukan perlawanan saat akan dihabisi Ortega.
Ayah kedua korban, Kevin Krim, tak bisa menahan tangis saat mendengar vonis bersalah dijatuhkan pada Ortega. Dia mengucapkan 'terima kasih' ke arah 12 anggota panel juri yang menjatuhkan vonis bersalah itu.
Saat vonis bersalah diumumkan, Ortega tidak menunjukkan emosi apapun dan terus menunduk. Putusan vonis hukuman terhadap Ortega akan diumumkan dalam sidang selanjutnya digelar 14 Mei mendatang. Namun dalam kasus ini diketahui bahwa Ortega terancam hukuman penjara seumur hidup.
Kasus ini mengejutkan banyak orangtua, terutama orangtua yang bekerja di kantor dan harus memasrahkan anak-anaknya pada para pengasuh. Dalam persidangan yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini, jaksa berargumen bahwa Ortega dengan sengaja merencanakan pembunuhan ini. Jaksa juga menyebut aksi Ortega didorong persoalan keuangan dan kebenciannya pada majikannya yang kaya-raya.
"Setiap tikaman, setiap sayatan. Masing-masing punya tujuan. Tujuan itu adalah mengakhiri nyawa anak-anak itu," sebut asisten jaksa distrik setempat, Stuart Silberg, dalam argumen penutupnya.
Pengacara Ortega menghadirkan dokter dan psikiater sebagai saksi ahli demi meyakinkan juri bahwa kliennya tidak bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Ortega disebut menderita psikosis, depresi dan kerap mendengar suara-suara yang memerintahkannya membunuh anak-anak. Psikosis merupakan kelainan jiwa yang disertai disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan. Panel juri menolak argumen pengacara itu.
Ibunda kedua anak itu, Marina (41), menemukan Lucia dan Leo terbaring tak bernyawa di dalam bathub apartemennya. Marina bersama anaknya yang lain, Nessie (3), melihat Ortega duduk di sebelah bathbub sedang menikam dirinya sendiri. Diduga Ortega ingin mengakhiri nyawanya usai membunuh Lucia dan Leo.
Ortega yang sudah 2 tahun bekerja di kediaman keluarga Krim, diperlakukan seperti keluarga oleh Marina dan suaminya, Kevin. Hal itu terlihat dari postingan blog milik Marina yang menjadi tempatnya berbagi foto dan kisah keluarganya.
Saat pembunuhan terjadi, Ortega yang warga naturalisasi AS asal Republik Dominika ini, tinggal di Manhattan bersama putra, saudara perempuan dan keponakannya. Ortega dikenalkan ke keluarga Krim oleh seorang kerabat keluarga itu. Dari berbagai keterangan, keluarga Krim puas dengan kinerja Ortega mengasuh anak-anak mereka.
Bahkan pada Februari 2012, atau 9 bulan sebelum pembunuhan, keluarga Krim bersama Ortega berlibur bersama ke Republik Dominika. Selama 9 hari di sana, keluarga Krim sempat menginap di rumah saudara perempuan Ortega. Dalam blognya, Marina menyebut pengalaman itu luar biasa.
Bertahun-tahun setelah dua anaknya dibunuh, Marina masih bertanya-tanya mengapa hal ini menimpa keluarganya. Saat vonis bersalah untuk Ortega diumumkan, Marina tidak hadir. Dalam sidang sebelumnya, Marina tak kuasa menahan emosi dan berlari keluar ruang sidang saat memberi kesaksian. Dia sempat meneriaki Ortega sebagai 'pembohong' dan 'jahat'.
dtc