Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Ketua DPR RI Bambang Soesatyo berjanji akan mengkaji usulan RUU Media Sosial dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Menurut Bamsoet, RUU tersebut diperlukan guna mengihndari terjadinya penyalahgunaan di media sosial yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
"Usulan dari PWI atas lahirnya RUU Media Sosial saya kira bisa menjadi jawaban atas berbagai kegelisahan dan keprihatinan yang kini sedang kita rasakan. Segera saya akan minta Badan Keahlian Dewan untuk membuat kajian yang mendalam," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Kamis (26/4/2018).
Ia menilai penyalahgunaan media sosial tak hanya sebatas pencurian dan penyalahgunaan data pengguna, tapi juga maraknya penyebaran ujaran kebencian serta penyebaran berita hoax di berbagai situs dan platform digital lainnya. Ia mengambil contoh negara Jerman yang dinamakan Enforcement on Social Networks (NetzDG).
"Di Jerman sudah ada UU tentang media sosial, Enforcement on Social Networks (NetzDG), yang dibentuk pada akhir Juni 2017. Keberadaan UU tersebut salah satunya juga untuk memerangi maraknya ujaran kebencian di media sosial," imbuhnya.
Bahkan, kata Bamsoet, situs dan platform, semisal Twitter, Path, dan Instagram, yang menyajikan berita hoax, bisa didenda hingga 50 juta euro dan diseret ke meja hijau.
Tak hanya untuk memberantas ujaran kebencian dan hoax, aturan itu pun bisa digunakan untuk menarik pajak terhadap pemuatan iklan digital di berbagai website. Dia mengatakan sering kali iklan tersebut berasal dari perusahaan yang berdomisili di luar negeri dan tak bisa dikenai pajak. Itu karena belum ada payung hukumnya.
Tak hanya iklan, penyedia layanan digital over the top, seperti Google, YouTube, Facebook, dan Twitter, yang beroperasi di Indonesia, bisa pula dijadikan wajib pajak.
"Setelah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia, baru di era Presiden Jokowi pemerintah Indonesia bisa menarik pajak dari Google. Jenis pajak yang dibayarkan terdiri dari pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan. Jumlahnya cukup besar, mencapai Rp 450 miliar," ujar Bamsoet.
"Sekarang kita sedang kejar Facebook, Twitter, dan lainnya. Namun ini tidak mudah karena mereka masih berkelit terhadap peraturan hukum yang ada di Indonesia," sambungnya.
Bamsoet juga mengungkap, melalui UU tersebut, pemerintah bisa memberikan sanksi terhadap penyedia layanan yang tak bisa melindungi data penggunanya.
"Melalui UU ini, kita bisa memberikan sanksi terhadap penyedia layanan yang tak bisa melindungi data penggunanya, memproses hukum pihak yang mencuri ataupun menyalahgunakan data pengguna, serta menarik pajak terhadap berbagai penyedia layanan digital maupun pemasangan iklan," pungkas Bamsoet. (dtc)