Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengkritik soal Perpres Tenaga Kerja Asing. Menaker Hanif Dhakiri tak luput jadi sasaran kritik.
"Tidak cerdas, termasuk Menaker. Saya kasihan. Menaker ini bicara atas diri sendiri atau Presiden, saya nggak tahu. Kalau berbicara atas nama dirinya sendiri, dia bodoh sekali. Kalau dia berbicara atas nama Presiden, ya dia terpaksa menjadi pengikut sebagai anak buah. Karena apa yang diomongkan itu ngaco sekali," ujar Jumhur dalam diskusi publik 'Perpres No.20/2018 tentang TKA dan Ekspansi TK China' di Sekber Gerindra-PKS, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2018).
Jumhur juga menilai Perpres Nomor 20 Tahun 2018 itu tidak ada batas waktu Rencana Penggunaan TKA. Jumhur pun membantah pernyataan politikus PDIP Adian Napitupulu yang menyebutkan dicabutnya Perpres TKA berakibat kembalinya peraturan TKA ke Perpres yang lama.
"Kalau yang sekarang dua tahun. Justru perpres sekarang itu tidak ada batas waktu RPTKA-nya. Jadi mau kontraknya 10 tahun, ya RPTKA nya juga 10 tahun. Yang dua tahun itu keimigrasian-nya," ucap Jumhur.
Jumhur berharap pemerintah mencontoh negara-negara lain terkait regulasi soal TKA. Salah satunya Jepang.
"Jepang itu negara yang berkembang maju, tumbuh, tapi sampai hari ini belum ada aturan merekrut TKA. Nggak ada. Hanya kemarin dipaksa-paksa akhirnya muncul sektor perawat, dan perawat orang tua. Di luar itu nggak boleh. Nah, akhirnya dia menyiasati kaum industrialisnya, dia merekrut tenaga magang. Tenaga magang itu mengirimkan puluhan ribu tenaga magang Indonesia, tapi statusnya magang. Karena UU di sana tidak memperbolehkan TKA menjadi pekerja di manufacturing," tutur Jumhur. (dtc)
===
NASIONAL
--------
Demo di Kampus Universitas Pancasila, 1 Mahasiswa Mengaku Terluka
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Aksi demo mahasiswa di kampus Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, sempat diwarnai bentrokan antara massa dan petugas keamanan kampus. Seorang mahasiswa, Ananda Hibatuhafi (21), mengaku terluka akibat kericuhan tersebut.
Ananda, mahasiswa Fakultas Hukum semester VI, menjelaskan kericuhan bermula ketika para mahasiswa berdemo di depan gedung rektorat. Sejumlah petugas keamanan kampus membuat pagar betis, menghalangi para mahasiswa yang ingin menemui rektor.
Aksi dorong-dorongan petugas keamanan dengan mahasiswa pun tidak terelakkan. Ananda kemudian terjatuh dan terinjak-injak.
"Awalnya dorong-dorongan, kemudian saya jatuh. Kemudian ada yang mukulin sampai kacamata saya lepas. Mungkin ada beberapa kaki-lah yang kena ke saya, diinjak dengan sepatu ke seluruh muka. Sampai saya ketiban kayak gini," jelas Ananda kepada wartawan di kampus Universitas Pancasila, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (2/5/2018).
Ananda kemudian diamankan. Dia dibawa ke ruang rektorat. Terlihat ada luka di pelipis matanya.
Aksi demo semula dilakukan mahasiswa di depan kampus. Massa juga sempat memblokade Jalan Lenteng Agung hingga membuat macet arus lalu lintas ke arah Jakarta.
Massa saat itu meminta rektor turun ke jalan. Namun, setelah dua jam demo rektor tidak juga menemui mereka, akhirnya para mahasiswa merangsek masuk kampus.
"Selama dua jam di pinggir jalan kok belum ada juga, dan kita juga memberi saran ke pihak pimpinan rektor lebih baik kita yang naik atau mereka yang turun. Akhirnya mereka tidak mengabulkan, terpaksa kita masuk (ke rektorat)," kata Ananda, yang ikut dalam aksi demo itu.
Tidak jelas mengapa rektor tidak menemui massa. "Sebelumnya banyak kejanggalan dari kampus ini, bapak rektor ini. Katanya bapak rektor ke Thailand, katanya ada yang bilang ngumpet di farmasi, katanya ada rapat nasional tentang apa gitu. Akhirnya, saat kami masuk, sempat bentrok sama pihak sekuriti di sini. Contohnya saya ini, Bang, sampai jatuh di sini," tuturnya.
Aksi demo berlangsung sore tadi. Massa juga sempat membakar ban. Ada beberapa tuntutan massa demo, di antaranya mendesak rektor mencabut SK Pemaketan, mencabut Vayadus yang mengatur sistem parkir, menaikkan gaji pekerja kasar di lingkungan kampus, dan menolak kriminalisasi pendidikan.
Saat ini situasi di lokasi sudah kondusif. Sekitar 20 polisi dari Polsek Jagakarsa melakukan pengamanan aksi demo. (dtc)