Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah memberi vonis pidana uang pengganti maksimal untuk terdakwa korupsi. Hal ini bertujuan memberikan efek jera kepada koruptor.
"Pada 2017, jumlah pidana denda yang berhasil diidentifikasi dijatuhkan oleh pengadilan adalah sebesar Rp 110,688 miliar dengan jumlah pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 1,466 triliun. Keseluruhan pidana ini khususnya pidana tambahan uang pengganti tidak dapat dilepaskan dari besarnya kerugian negara yang diidentifikasi dari vonis tipikor 2017 sebesar Rp 29,419 triliun," jelas anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Easter, di kantor ICW, Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (3/5/2018).
Lola mengatakan penciptaan efek jera bagi para koruptor bukan hanya berupa vonis hukuman penjara. Namun juga harus berupa denda dengan uang pengganti.
"Dapat dilihat bahwa total pidana tambahan berupa uang pengganti hanya 4,91 persen dari total keseluruhan kerugian uang negara yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi 2017. Hal ini sungguh disayangkan mengingat, selain efek jera pidana badan, pidana tambahan uang pengganti diharapkan dapat membuat jera pelaku," tutur dia.
ICW sendiri dari pemantauannya selama 2017, pidana denda tindak pidana korupsi selama semester II/2017 adalah Rp 0-50 juta sebanyak 698 orang, Rp 50-75 juta sebanyak 5 orang, Rp 75-100 juta sebanyak 55 orang, Rp 100-150 juta sebanyak 12 orang, serta di atas Rp 150 juta ada 202 orang. Yang tidak dikenai denda ada 22 orang.
"Pengadilan masih cenderung menjatuhkan pidana denda yang relatif rendah. Sebagai sampel, berdasarkan pemantauan tren vonis semester II pada 2017. Mayoritas pidana denda dijatuhkan dengan jumlah minimal, yaitu Rp 0-500 juta," kata Lola.
Sementara itu, Lola memberikan rekomendasi kepada KPK dan kejaksaan untuk memaksimalkan pidana tambahan uang pengganti yang harus dibayarkan oleh terdakwa korupsi. Tujuannya agar dapat memberikan efek jera kepada terdakwa.
"Kejaksaan dan KPK, menurut kami, harus memaksimalkan bentuk pidana tambahan uang pengganti yang harus dibayarkan oleh terdakwa. Jika memang tidak, seluruh kerugian keuangan negara dinikmati oleh terdakwa, harus ada perhitungan yang jelas mengenai aliran dana tersebut. Dengan demikian, penggunaan TPPU semakin relevan digunakan agar tidak sepeser pun uang negara dirugikan," jelas dia.
Terakhir, ia meminta Mahkamah Agung segera membuat pedoman pemidanaan tindak pidana korupsi. "Untuk Mahkamah Agung, kami mendorong agar Mahkamah Agung membentuk pedoman pemidanaan," tegas dia. dtc