Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Memprihatinkan nasib lelaki satu ini. Dari posisi sebagai senior supervisor medicine dia diturunkan menjadi petugas kebersihan. Kini kerjanya setiap hari menyapu sampah atau kotoran lain di pekarangan depan perusahaan tempatnya bekerja. Sejak beberapa bulan lalu.
Lelaki tersebut adalah Ehozaro Ziliwu (43). Sebagai senior supervisor jabatan itu sudah didudukinya sejak tujuh tahun lalu. Sarjana Teknik Kimia Institut Teknologi Medan ini bertugas mengawasi peracikan obat yang akan digunakan untuk pembuatan pakan ternak.
Perusahaan tempatnya bekerja bernama PT Feedmill Indonesia Plant, berlokasi di Kawasan Industri Medan II di Mabar, Deli Serdang. Perusahaan yang dimiliki pemodal asing dari Malaysia. Berdiri sejak duabelas tahun lalu. Selain menghasilkan pakan, juga bibit dan telur ayam serta nugget.
Bercerita kepada medanbisnisdaily.com di ruang Komisi E DPRD Sumut, Selasa (15/5/2018), Ehozaro mengatakan kengototannya mendirikan Serikat Pekerja di perusahaan merupakan ihwal sikap manajemen menjadi "tak sedap" kepadanya.
Bersama sejumlah rekan kerjanya, pada 11 September 2017 mereka mencatatkan Serikat dan Forum Komunikasi Pekerja yang dibentuk ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Deliserdang. Hal itu sesuai dengan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja. Sejak itu secara resmi berdiri organisasi pekerja di perusahaan tersebut. Ehozaro menduduki posisi ketua dengan anggota berjumlah 35 orang.
Bersamaan dengan acara briefing pagi yang berlangsung 15 menit sebelum waktu kerja dia menyosialisasikan keberadaan serikat demi memperbanyak jumlah anggota. Akan tetapi oleh atasannya hal itu dianggap sebagai pelanggaran, melakukan pekerjaan lain di perusahaan.
"Saya pun dijatuhi sanksi berupa surat peringatan atau (SP) I pada 23 September 2017. Bersamaan dengan itu saya dipindahkan bekerja di bagian kebersihan," ungkapnya.
Kata Ehozaro, upaya penekanan atau pressure akibat "keberanian" mendirikan serikat pekerja juga dialami rekan-rekannya. Mereka diultimatum, memilih tetap bekerja dengan catatan keluar dari keanggotaan di serikat atau berhenti bekerja. Karena memilih sikap aman, 35 anggota serikat serentak mundur dari organisasi. Kini tinggal seorang Ehozaro yang menjadi pimpinan sekaligus anggota serikat.
Tekanan kepadanya tak berhenti. Masing masing pada 17 Februari dan 6 April 2018, SP II dan SP III dijatuhkan kepadanya. Tuduhannya beragam. Mulai dari tidak berada di tempat pada saat jam kerja, tidak bekerja maksimal, hingga memperkenankan orang lain memasuki area perusahaan
"Semua tuduhan tersebut tidak benar, dibuat-buat okeh perusahaan. Intinya manajemen tidak mengizinkan berdirinya serikat," tegas Ehozaro didampingi tiga orang rekan kerjanya.
Ke Disnaker Provinsi Sumut hingga ke Polda Sumut, Ehozaro mengaku sudah mengadukan polemik di perusahaan yang menimpanya. Pihak perusahaan diadukan ke kepolisian karena melakukan tindak pidana menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja atau melanggar UU No. 21/2000 pasal 43. Namun dengan alasan tidak memenuhi unsur pelanggaran tindak pidana pengaduannya ditolak. Sedangkan di Disnaker penanganannya belum tuntas.
Itulah sebabnya kemudian dia dan kawan-kawannya mengadu ke Komisi E DPRD Sumut. Atas saran Ketua Komisi Mustofawiyah (Fraksi Demokrat). Sayangnya, rapat dengar pendapat yang seyogianya berlangsung hari ini ditunda. Ketua dan anggota Komisi E tak satu pun hadir. Disnaker Sumut juga.
"Tak cukup sampai di sini saya juga akan mengadakan permasalahan serikat pekerja ini ke Kemenkumham," ujarnya.
Tiga tuntutan yang disampaikan Ehozaro dan rekan-rekannya. Bentuk Perjanjian Kerja Bersama di perusahaan, kembalikan status kerjanya ke posisi semula dan bebaskan pekerja mendirikan serikat seperti ketentuan UU.
Mewakili pihak perusahaan, Darta, mengatakan, pihak manajemen belum pernah mengeluarkan pernyataan lisan atau tertulis tentang pelarangan pembentukan serikat pekerja.