Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Utara (Walhi Sumut) menyerukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan (tapsel) oleh dua perseroan terbatas (PT) dihentikan karena akan berdampak pada kerusakan lingkungan hidup dalam skala besar.
Kepala Departeman Advokasi Walhi Sumut, Khairul Bukhari mengatakannya kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (15/5/2018), di Medan. Dikatakannya, setidaknya ada 3 kecamatan yang bakal terdampak jika pembangunan PLTA terus dilakukan, yakni Kecamatan Sipirok, Marancar dan Batangtoru.
Pembangunan PLTA hanya akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ancaman bencana kepada masyarakat yang berada di hilir dan hulu sungai. Tidak itu saja, ancaman kerusakan habitat satwa liar baik yang dilindungi maupun tak dilindungi juga tak bisa dielakkan.
Apalagi, lanjutnya, lokasi pembangunan PLTA berada pada lempengan gempa sesar Toru, yakni patahan lempengan yang memiliki potensi gempa bumi. Hutan Batangtoru, kata dia, juga menjadi habitat bagi orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang populasinya terancam dan terfragmentasi. Orangutan tapanuli, kata dia, merupakan spesies lain dati orangutan sumatra (Pongo abelii) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus).
"Dan yang paling terpenting adalah bahwa lokasi pembangunan PLTA Batangtoru merupakan kawasan memiliki nilai konservasi tinggi di Sumut," katanya.
Dia menjelaskan, ancaman kepada masyarakat yang berada di hilir terkena dampak banjir dan kekeringan serta mata pencaharian dan kehidupan sehari-hari akan hilang secara berlahan-lahan dan terancam.
"Pasalnya, masih banyak masyarakat yang masih menggantungkan hidup dan kebutuhan sehari-hari dari aliran sungai Batangtoru dan perkebunan dan pertanian," katanya.
Untuj menunjukkan sikapnya, Walhu Sumut bersama dengan masyarakat bahkan telah melakukan aksi penolakan pembangunan PLTA ke kedua perusahaan yang memiliki kontrak untuk membangunnya pada Senin (14/5/2018). Selain menolak, merek meminta agar pembangunannya segera dihentikan.
Andy Harahap, warga Dusun Gunung Hasan, Kecamatan Sipirok yang luasnya lebih dari 200 Ha, mengatakan, terjadi penyerobotan lahan yang dilakukan oleh dua perusahaan. Padahal lokasi tersebut merupakan salah satu objek vital ekonomi masyarakat Desa Batangpaya, Kecamatan Sipirok yakni lahan pertanian yang secara turun menurun dikerjakan.
Andy Harahap juga menjelaskan kedatangan perusahaan bukan menguntungkan tapi telah merugikan karena telah menghilangkan hak-hak masyarakat yang ketergantugan hidupnya dari lahan pertanian kami.
"Selain itu juga telah terjadi diskriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tanah yang diduga pihak-pihak tak bertanggung jawab," katanya.