Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Siapa sangka, hati Maruntung Sihombing, alumni jurusan pendidikan PPKN Universits Negeri Medan (Unimed) ini tertambat jauh sampai ke Papua. Di ujung timur Indonesia itu, ia putuskan untuk menjadi guru di sebuah sekolah di kabupaten baru di pedalaman Papua. Padahal, setamat kuliah, Maruntung sempat bekerja sebagai jurnalis di sebuah suratkabar terbitan Medan.
Tapi minatnya terhadap dunia pendidikan tidak bisa ia kubur begitu saja. Tak lama di jurnalistik, ia pun ikut program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T), Kemendikbud. Tidak mau tanggung, ia memilih untuk mengajar di Papua. Tepatnya di Kabupaten Lanny Jaya.
Lanny Jaya adalah kabupaten baru yang terbentuk 2008. Untuk sampai kesana, dari Jayapura harus terbang ke Wamena. Dari Wamena kurang lebih 4 jam lagi menggunakan angkutan darat.
Melalui komunikasi via Whatsapp, kepada medanbisnisdaily.com, Senin (21/5/2018), Maruntung mengisahkan pengalamannya selama kurang lebih 5 tahun mengajar di Papua.
"Semula aku ikut program SM-3T. Dikontrak selama 1 tahun. Setelah kontrak selesai, Pemkab Lanny Jaya justru yang melanjutkan kontrakku untuk tetap mengajar di sana. Sekarang kurang lebih sudah 5 tahun," katanya.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi Cenderawasih itu, Maruntung mengaku langsung merasa terpanggil untuk terus melanjutkan misinya mengajar di sana.
"Di Papua itu kurang guru. Selama ini Papua dipinggirkan. Manusianya tidak terbangun. Pemerintah kasih banyak uang ke Papua. Padahal bukan itu yang mereka butuhkan," kata Maruntung.
Pengabdian yang dipilihnya bukan tanpa resiko. Pada 2014, ia sempat diungsikan oleh masyarakat. Tepatnya dievakuasi dari tempat tugas. " Waktu itu ada polisi yang dibunuh sama orang sipil bersenjata. Jadi aku dievakuasi untuk menghindari bahaya," katanya.
Selama lebih kurang 5 tahun itu banyak juga cerita suka yang dirasakannya. Pernah satu waktu ia kehabisan beras. Mengetahui itu, masyarakat dan murid-muridnya datang mengantar ubi, sayuran dan ayam. "Itu membuatku terharu," katanya.
Kisah asmara juga menjadi bagian tersendiri. Di sana pula ia berkenalan dengan seorang gadis asal Sumba, NTT yang kemudian dinikahinya, setelah ditabalkan menjadi Boru Manalu.
"Di Papua itu banyak suku, jadi banyak yang kawin silang. Anak dan istriku juga tinggal di Lanny Jaya," ujarnya.