Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melaporkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan dan anggota Bawaslu Mochamad Affifudin ke Ombudsman. Keduanya dilaporkan terkait kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI yang dilimpahhkan Bawaslu ke Bareskrim Polri.
"PSI menilai Bawaslu tidak bersikap konsisten, tidak profesional, dan tidak berintegritas dalam melakukan kajian dan analisis atas ketentuan dalam UU Pemilu," kata perwakilan Jaringan Advokasi Rakyat Partai Solidaritas Indonesia (Jangkar Solidaritas), Dini Purwono, di kantor Ombudsman, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (24/5).
Jangkar Solidaritas datang ke Ombudsman untuk mewakili pelapor kasus yakni Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wasekjen Satia Chandra Wiguna. PSI menganggap Bawaslu menyalahi prosedur dalam menangani kasus dugaan pelanggaran iklan kampanye PSI yang dimuat di koran Jawa Pos edisi 23 April 2018.
PSI beranggapan definisi 'kampanye pemilu' sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu. Dan 'materi kampanye' adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 274 yaitu materi yang memuat visi, misi, dan program parpol.
Dini mengatakan materi polling PSI tidak memuat visi, misi, dan program partai. Sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 UU Pemilu.
"Bahkan dalam iklan tersebut tidak ada satu pun foto pengurus atau kader PSI yang ditampilkan. Yang ada justru foto para elite partai lain," ujar Dini.
Logo dan nomor urut PSI ditampilkan dalam iklan tersebut semata-mata sebagai keterangan untuk menunjukkan kepada publik bahwa PSI adalah pihak yang menyusun dan menyelenggarakan polling.
"Inisiatif PSI untuk melakukan polling tersebut adalah sejalan dengan tujuan dan fungsi PSI sebagai partai politik sebagaimana diatur dalam UU Parpol, yaitu meningkatkan partisipasi politik warga dan melakukan pendidikan politik warga," tutur Dini.
Dalam pelaporan ini, PSI meminta Ombudsman memberi rekomendasi agar Bawaslu bersikap konsisten, profesional, dan penuh integritas dalam melakukan kajian dan analisis atas ketentuan dalam UU Pemilu, serta bersikap adil terhadap semua partai politik.
"Bila penggunaan logo dan nomor urut diputuskan Bawaslu sebagai pelanggaran tindak pidana pemilu, Bawaslu harus memproses juga semua iklan parpol lain yang memuat logo dan nomor urut parpol. Namun jika Bawaslu berpendapat pelanggaran tersebut cukup diberikan sanksi administratif/teguran, sanksi administratif yang harus diberlakukan kepada PSI," kata Dini.
Kedua, meminta Ombudsman RI agar merekomendasikan Bawaslu untuk menarik laporan ke Polri mengingat materi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu dan Bawaslu sebagai instansi teknis tidak berhak melakukan penafsiran atas makna "citra diri" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu. Ketiga, memberikan sanksi jika Bawaslu mengabaikan rekomendasi Ombudsman.
Sebelumnya, Bawaslu meneruskan pelanggaran pidana pemilu PSI ke Bareskrim karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal. Adapun kampanye itu berupa Iklan yang dimuat di koran Jawa Pos edisi 23 April 2018. Dalam koran itu, PSI memuat tulisan 'Alternatif Cawapres dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo'.
Dalam iklan ini, ditampilkan pula foto Jokowi, lambang PSI, nomor urut peserta pemilu PSI, serta nama dan foto calon cawapres dan calon menteri periode 2019-2024. Toni dan Chandra dijerat Pasal 492 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan sanksi hukuman penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 12 juta.(dtc)