Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menghasilkan 4 kesimpulan. Salah satunya mendesak BNPT dan Kemenkum HAM segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan UU Antiterorisme.
"Komisi III DPR mendesak BNPT untuk bersama-sama dengan Kemenkum HAM untuk segera menginisiasi lahirnya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru disahkan DPR melalui rapat paripurna 25 Mei 2018 yang lalu dengan meningkatkan pola koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam rangka mengimplementasikan program kesiapsiagaan nasional (kontra-radikalisasi dan deradikalisasi) dalam UU Tindak Pidana Terorisme yang baru," kata Wakil Ketua Komisi III Desmond Mahesa, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Kedua, Komisi III juga mendesak BNPT agar memperbaiki koordinasi dan kerja sama dengan Kemenkum HAM untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di lapas. Ketiga, Komisi III mendesak BNPT untuk meningkatkan kerja sama dengan 36 kementerian/lembaga dan membuat kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk dapat menelusuri dan mengungkap rencana aksi teror dan penyebaran paham radikal yang menuju terorisme melalui media sosial.
Terakhir, Komisi III meminta BNPT melalukan penguatan fungsinya untuk mencegah terjadinya aksi terorisme.
"Komisi III DPR mendesak BNPT agar melakukan penguatan fungsi koordinasi, pencegahan, dan penindakan sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan terhadap aksi teror, penambahan personel, serta koordinasi yang intensif mengingat BNPT sebagai leading sector dalam koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait," tutur Desmond.
Sebelumnya, UU Antiterorisme yang baru saja disahkan mengatur keterlibatan TNI dalam upaya penanggulangan terorisme. Namun, bentuk dan teknis pelibatan itu diatur oleh pemerintah lewat penerbitan peraturan presiden (perpres).
"Tergantung will pemerintah, mau dilibatkan hanya di fase penindakan dengan status diperbantukan saja oleh Polri, atau memiliki lingkup operasional langsung tanpa status perbantuan," kata anggota Pansus RUU Antiterorisme Bobby Adhityo Rizaldi kepada wartawan, Sabtu (26/5/2018) malam.
Sebab, sampai sejauh ini memang belum ada aturan turunan dari UU TNI 34/2004 yang menjelaskan pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP). Karena itu, pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme perlu diatur lewat perpres untuk mengsinergikan UU TNI dan UU Antiterorisme. dtc