Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pengamat Hukum Umar Husin menilai sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menolak delik korupsi masuk dalam RKUHP, sebagai bentuk pembangkangan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Umar mengatakan sikap KPK tidak benar.
"Saya ingin menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi yang menolak. Ini bentuk pembangkakan pada birokrasi, pada Presiden," kata Umar Husin dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6).
Menurut Umar, surat yang dikirim KPK ke Jokowi terkesan mengancam. Menurut Umar, jika Jokowi memenuhi permintaan KPK, maka dikhawatirkan lembaga negara lainnya juga akan mencontoh.
"Ada kesan mengancam di sini. Kirim surat minta presiden intervensi tetap pada (Undang-undang Tindak Pidana Korupsi) format sekarang. Ini tidak betul, presiden tidak boleh diancam. Anda bayangkan kalau semua intitusi bersikap sama seperti KPK," ujar Umar.
KPK mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan delik korupsi dari RUU KUHP. Masuknya delik tersebut, dinilai KPK akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi, termasuk kelembagaan KPK.
KPK telah mengirimkan surat sebanyak 5 kali. Selain Jokowi, KPK juga mengirimkannya ke Ketua Panja RKUHP DPR, serta Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM). Surat tersebut dikirim pada 14 Desember 2016, 4 Januari 2017, 13 Januari 2017, 24 Mei 2017, dan 13 Februari 2018.
Inti dari surat itu pada prinsipnya pernyataan sikap KPK menolak dimasukkannya tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi, ke dalam RKUHP dan meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.(dtc)