Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta - Setelah hukumannya hampir pasti dicabut, kini ZTE harus merogoh kocek dalam-dalam agar sanksi yang dijatuhkan kepadanya resmi dihapus agar dapat menjalani bisnis seperti sedia kala.
Pemerintah Amerika Serikat dilaporkan dalam waktu dekat akan mendapat USD 1,7 miliar (Rp 23,6 triliun) dari ZTE sebagai kompensasi pencabutan hukuman yang sempat dijatuhkan ke perusahaan asal China tersebut. Walau jumlah yang harus dibayar tak sedikit, namun sebuah sumber menyebut ZTE dapat langsung menjalankan kembali bisnis utamanya setelah melunasi penalti tersebut.
Selain itu, Departemen Perdagangan AS juga disebutkan meminta ZTE agar melaporkan perhitungan komponen asal perusahaan Negeri Paman Sam yang digunakan untuk produknya melalui situs resminya. Tak hanya itu, Departemen Perdagangan AS juga meminta akses tak terbatas terhadap situs ZTE untuk memverifikasi data penggunaan komponen tersebut.
Selain diharuskan untuk membayar penalti, perusahaan yang berkantor pusat di Shenzen tersebut juga diminta merombak jajaran direksi dan pejabat eksekutif dalam kurun waktu 30 hari, sebagaimana di kutip dari Reuters, Senin (4/6). Meski begitu, hal tersebut masih belum pasti dan masih dapat berubah.
Bukan cuma itu, penalti yang dibayarkan oleh ZTE pun juga berpotensi untuk berkurang. Sebuah sumber mengatakan perusahaan penyedia kebutuhan telekomunikasi tersebut bisa jadi hanya akan membayar denda sekitar USD 1 miliar (Rp 13,9 triliun) plus biaya tambahan sebesar USD 400 juta (Rp 5,5 triliun).
Bagaimana pun, baik harus membayar USD 1,7 miliar atau USD 1 miliar plus USD 400 juta, ZTE sudah terlalu banyak menggelontorkan uang dalam kasusnya ini. Sebelumnya, ZTE diperkirakan bakal merugi paling tidak 20 miliar yuan, atau sekitar Rp 44,5 triliun, lantaran menyetop bisnis utamanya sejak awal bulan lalu.
Dihentikannya bisnis utama ZTE merupakan buntut dari hukuman yang melarangnya mengimpor peralatan teknologi dari perusahaan asal AS selama 7 tahun. Sanksi tersebut dijatuhkan setelah salah satu manufaktur perlengkapan telekomunikasi terbesar di dunia itu ketahuan mengirim peralatan teknologi ke Iran dan Korea Utara, dua negara yang masuk daftar hitam AS.
Pasca pelanggaran yang terbongkar pada tahun lalu itu, perusahaan yang berdiri pada 1985 tersebut juga harus membayar denda sekitar USD 1,19 miliar (Rp 16,8 triliun). Angka tersebut terdiri dari denda sebesar USD 890 juta (Rp 12,6 triliun), dengan tambahan penalti senilai USD 300 juta (Rp 4,2 triliun). (dtn)